Rabu, 14 Januari 2009

ASI (Air Susu Ibu)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan terbaik bayi pada awal usia kehidupannya, hal ini tidak hanya karena ASI mengandung cukup zat gizi tetapi karena ASI mengandung zat imunologik yang melindungi bayi dari infeksi. Praktek menyusui di negara berkembang telah berhasil menyelamatkan sekitar 1,5 juta bayi per tahun, atas dasar tersebut WHO merekomendasikan untuk hanya memberikan ASI sampai bayi berusia 4-6 bulan (Amiruddin, 2006)

Moedjiono (2007) mengungkapkan bahwa di Indonesia, angka kematian bayi saat ini 35 per 1.000 kelahiran hidup. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mencatat tak kurang dari 10 bayi dan 20 anak balita meninggal dunia setiap jam di Indonesia.

Steven Allen (dalam siaran pers Unicef, 2004) mengatakan ASI bukanlah sekedar makanan tetapi juga penyelamat kehidupan. Setiap tahunnya lebih dari 25.000 bayi Indonesia dan 1,3 juta bayi diseluruh dunia dapat diselamatkan dengan pemberian ASI ekslusif. Setelah pengalaman 9 tahun, UNICEF memberikan klarifikasi tentang rekomendasi jangka waktu pemberian ASI ekslusif. Rekomendasi terbaru UNICEF bersama World Health Assembly (WHA) dan banyak negara lainnya adalah menentukan jangka waktu pemberian ASI ekslusif selama 6 bulan, 6 bulan adalah jangka waktu yang paling optimal untuk pemberian ASI ekslusif. ASI mengandung semua nutrisi yang diperlukan bagi bayi untuk bertahan hidup pada 6 bulan pertama, mulai dari hormon, antibodi, faktor kekebalan sampai antioksidan.

Sejalan dengan hasil kajian WHO diatas, Menkes melalui Kepmenkes RI No.450/MENKES/IV/2004 yang menetapkan perpanjangan pemberian ASI secara eksklusif dari yang semula 4 bulan menjadi 6 bulan, pemberian ASI eksklusif enam bulan pada bayi di sejumlah kota besar di Indonesia ternyata masih rendah. Pemberian ASI eksklusif pada bayi sampai usia sebulan setelah kelahirannya hanya 25-80% (Amiruddin, 2006)

Kampanye Air Susu Ibu ( ASI ), telah dilakukan baik nasional maupun internasional. Ada beberapa jaringan internasional yang terbentuk, yang pesertanya telah bersepakat dan berkomitmen untuk mengkampanyekan ASI.

Tanggal 1-7 Agustus telah disepakati bersama sebagai pekan ASI dimana secara internasional, negara – negara yang peduli terhadap perlindungan anak dan masa depan dunia memperingati. Di Indonesia masih sebagian kecil masyarakat yang mengetahui dan memperingatinya.

Air Susu Ibu (ASI ), istilah itu sering kita dengar dalam kehidupan sehari – hari. Sudah menjadi tradisi dan budaya sejak berpuluh-puluh tahun yang lalu, setiap anak manusia yang dilahirkan, dia diberi ASI. Sungguh budaya yang sangat bagus. Nenek moyang kita, ternyata sudah dengan arif, bisa menangkap keagungan dan anugerah dari Tuhan untuknya. Suatu kemunduran kiranya, kalau budaya nan bagus itu hilang saat ini

Banyak penelitian yang dilakukan para ilmuwan, yang menunjukkan dan membuktikan betapa besar manfaat ASI untuk proses tumbuh manusia. Penelitian di Eropa menunjukkan bahwa anak-anak usia 9,5 tahun yang mendapat ASI eksklusif mempunyai IQ 12,9 poin lebih tinggi daripada anak seusia yang tidak mendapatkan ASI. Suatu penelitian di Inggris menyebutkan, perbedaan rata-rata IQ bayi yang diberi ASI lebih tinggi dibandingkan bayi tanpa ASI. Karena itu, tidak benar jika ada susu formula yang mengklaim bisa menggantikan peran ASI untuk pertumbuhan bayi (Muktamar, 2007)

Pemberian ASI Eksklusif masih belum seperti yang diharapkan, menurut hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, hanya 3,7% bayi yang memperoleh ASI pada hari pertama, sedangkan pemberian ASI pada bayi umur kurang 2 bulan sebesar 64% dan bayi usia 2-3 bulan hanya sebesar 45,5% (Media, 2007 )

Dari survey yang dilaksanakan pada tahun 2002 oleh Nutrition & Health Surveillance System (NSS) kerjasama dengan Balitbangkes dan Helen Keller International di 4 perkotaan (Jakarta, Surabaya, Semarang, Makassar) dan 8 perdesaan (Sumbar, Lampung, Banten, Jabar, Jateng, Jatim, NTB, Sulsel), menunjukan bahwa cakupan ASI eksklusif 4-5 bulan di perkotaan antara 4%-12%, sedangkan dipedesaan 4%-25%. Pencapaian ASI eksklusif 5-6 bulan di perkotaan berkisar antara 1%-13% sedangkan di pedesaan 2%-13% (Ulhaq, 2008)

Berdasarkan hasil penelitian Setyowati (2000), promosi pemberian ASI Eksklusif perlu ditingkatkan, karena dari hasil penelitian praktek pemberian ASI di wilayah Jabotabek. ternyata 70,4% responden tidak pernah mendengar istilah ASI Eksklusif, disebutkan bahwa responden menyatakan tidak yakin bila bayinya dapat bertahan hidup dengan memberikan ASI Eksklusif saja sebagai makanan bayi selama 4-6 bulan. Sementara itu, hasil penelitian tentang praktek bidan dalam pelayanan pemberian ASI Eksklusif di ruang Merak II RSUD kelas C Sorong menunjukkan bahwa sebagian besar informan mempunyai pemahaman yang cukup baik tentang ASI Ekslusif, sebagian besar dari responden bersikap mendukung diberikannya ASI kepada bayi baru lahir, namun kenyataannya bayi-bayi yang baru lahir pada awal kehidupan, mereka semuanya diberi susu formula, sebagian besar bidan-bidan motivasinya kurang, karena reward yang cukup dari produsen susu formula, tidak tidak ada sanksi atau imbalan jika mereka memberikan susu formula atau ASI kepada bayi, semua bidan mengatakan tidak pernah dilakukan supervisi, sebagian besar bidan-bidan mengatakan faktor penghambat pelayanan pemberian ASI Eksklusif adalah tidak adanya kebijakan yang mengatur tentang manajemen laktasi, penelitian, serta tidak adanya protap. (Anonim, 2008)

Adapun hasil penelitian Arfiah (2007) di RSIA siti Fatimah Makassar menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan ibu-ibu tentang pemberian ASI Eksklusif yang ada di RSIA Siti Fatimah Makassar masih kurang, dimana ditemukan dari 50 responden sebesar 82 % yang mempunyai pengetahuan kurang.

Muktamar (2007) mengungkapkan bahwa menyusui adalah suatu proses alamiah, berjuta-berjuta ibu diseluruh dunia berhasil menyusui bayinya tanpa pernah membaca buku tentang ASI, bahkan ibu yang buta huruf pun dapat menyusui anaknya dengan baik. Pengetahuan orang tua, ibu dan ayah bayi khusunya mengenai ASI Eksklusif memegang peranan penting dalam keberhasilan pemberian ASI Eksklusif. Untuk bisa memberikan ASI, seorang ibu harus mendapatkan dukungan dari berbagai pihak, pihak keluarga dalam hal ini suami, memegang peranan penting dalam mendukung istri menyusui eksklusif. Peran petugas kesehatan juga sangat penting, rata-rata perempuan Indonesia melahirkan di Rumah Sakit atau bidan. Yang dipercaya nasehatnya untuk kesehatan anak adalah petugas kesehatan. Jadi, petugas kesehatan memegang peranan kunci dalam hal ini, khususnya untuk bisa eksklusif di RS / Rumah Bersalin.

Disamping itu, berkaitan dengan ibu pekerja, Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia DKI Jakarta (IDAI Jaya) dr. Badriul Hegar SpA (K) menuturkan bahwa tidak ada jadwal khusus yang bisa diterapkan untuk pemberian ASI pada bayi. Jadi, ibu harus siap setiap saat bayi membutuhkan ASI. Akibatnya, jika ibu diharuskan kembali bekerja penuh di luar rumah sebelum bayi berusia enam bulan, pemberian ASI eksklusif ini tidak bisa berjalan sebagaimana mestinya. Maka, Akida M Widad, Staf Pengajar Jurusan Teknik Kimia Universitas Muhammadiyah Surakarta dalam artikelnya menuturkan, sejumlah negara memberikan kelonggaran kepada ibu hamil dan melahirkan. Di Inggris ibu yang hamil dan melahirkan bisa mendapatkan cuti 40 minggu. Di Denmark, ibu mendapat cuti empat atau delapan minggu sebelum melahirkan dan 14 minggu sesudah melahirkan ditambah 10 minggu cuti untuk merawat bayi. Sedangkan di Indonesia, sesuai kebijakan pemerintah, sebagian besar perusahaan menerapkan kebijakan pemberian cuti melahirkan hanya tiga bulan. Karena itu, kendati kampanye nasional pemberian ASI eksklusif selama enam bulan dicanangkan, kenyataannya hal itu sulit dilakukan bagi ibu yang bekerja di luar rumah.

Peraturan ketenagakerjaan hanya mengizinkan ibu-ibu untuk cuti melahirkan maksimal tiga bulan, berarti terputuslah program ASI bagi anak-anaknya setelah itu. Seorang ibu pekerja yang sadar ASI telah membawa bayinya di lahan parkir untuk sewaktu-waktu dapat disusui. Rasanya Kementerian Pemberdayaan Perempuan dapat memikirkan bagaimana caranya di setiap pabrik dan gedung perkantoran disyaratkan untuk mempunyai ruang menyusui, bahkan penitipan anak-anak balita demi kesehatan masyarakat atau layanan kurir gratis untuk pengiriman ASI bagi perusahaan yang mempekerjakan ibu-ibu produktif (Ulhaq, 2008)

Dari berbagai uraian diatas menyadarkan bahwa pemberian ASI Eksklusif adalah sangat penting, Oleh karena itu, penulis termotivasi untuk melakukan penelitian “Gambaran Pengetahuan, Pelayanan Rumah Sakit dan karakteristik Ibu Postpartum tentang Pemberian ASI Eksklusif di RSIA Siti Fatimah Makassar”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang, maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut;

1. Bagaimana gambaran pengetahuan tentang Pemberian ASI Eksklusif oleh ibu postpartum di RSIA Siti Fatimah Makassar.

2. Bagaimana gambaran tentang Pemberian ASI Eksklusif oleh ibu Postpartum berdasarkan tingkat pendidikan di RSIA Siti Fatimah Makassar.

3. Bagaimana gambaran tentang Pemberian ASI Eksklusif oleh ibu Postpartum berdasarkan tingkat pekerjaan di RSIA Siti Fatimah Makassar.

4. Bagaimana gambaran tentang Pemberian ASI Eksklusif oleh ibu Postpartum berdasarkan pelayanan rumah sakit di RSIA Siti Fatimah Makassar.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk Memperoleh gambaran pengetahuan, pelayanan rumah sakit dan karakteristik Ibu Postpartum tentang pemberian ASI Eksklusif di RSIA Siti Fatimah Makassar.

2. Tujuan Khusus

a) Diperolehnya gambaran pengetahuan tentang Pemberian ASI Eksklusif oleh ibu postpartum di RSIA Siti Fatimah.

b) Diperolehnya gambaran tentang Pemberian ASI Eksklusif oleh ibu postpartum berdasarkan tingkat pendidikan di RSIA Siti Fatimah.

c) Diperolehnya gambaran tentang Pemberian ASI Eksklusif oleh ibu postpartum berdasarkan tingkat pekerjaan di RSIA Siti Fatimah Makassar.

d) Diperolehnya gambaran tentang Pemberian ASI Eksklusif oleh ibu postpartum berdasarkan pelayanan rumah sakit di RSIA Siti Fatimah Makassar.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Institusi Pelayanan (rumah sakit)

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pihak RSIA Siti Fatimah mengenai gambaran pengetahuan dan karakteristik ibu postpartum tentang ASI Eksklusif, hingga pada akhirnya dapat melakukan upaya dalam meningkatkan pemberian ASI.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan bacaan bagi peneliti berikutnya di bidang kesehatan, dalam proses peningkatan dan pengembangan ilmu pengetahuan khususnya yang berhubungan dengan ASI Eksklusif.

3. Bagi Peneliti

a) Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan DIII Kebidanan di Institusi Akademi Kebidanan Makassar.

b) Sebagai pengalaman berharga dan bermanfaat yang dapat meningkatkan dan menambah ilmu pengetahuan serta wawasan peneliti dalam mengaplikasikan ilmu pengetahuan di masyarakat, khususnya yang terkait dengan ASI Eksklusif.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. TINJAUAN UMUM TENTANG ASI EKSKLUSIF

  1. Pengertian ASI Eksklusif.

Sering terdengar ditelinga kita ASI Eksklusif, Muktamar (2007) menerangkan bahwa ASI Eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja sampai umur 6 bulan tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan tim. Sebagai tujuan global untuk meningkatkan kesehatan dan mutu makanan bayi secara optimal, maka semua ibu dapat memberikan ASI Eksklusif dan semua bayi di beri ASI Eksklusif sejak lahir sampai berusia 6 bulan. Setelah berumur 6 bulan, bayi di beri makanan pendamping / padat yang benar dan tepat, sedangkan ASI tetap diteruskan sampai usia 2 tahun atau lebih.

Menurut Suradi (2004), ibu yang memberikan ASI Eksklusif kepada bayinya sampai berumur 6 bulan saat ini masih sangat rendah, yaitu kurang dari 2% dari jumlah total ibu yang melahirkan. Ini antara lain disebabkan karena pengetahuan ibu tentang pentingnya ASI masih rendah, tata laksana rumah sakit yang salah dan banyaknya ibu yang bekerja di luar rumah. Beberapa rumah sakit memberikan susu formula pada bayi yang baru lahir sebelum ibunya mampu memproduksi ASI, hal itu menyebabkan, bayi tidak terbiasa mengisap ASI dari puting susu ibunya, dan akhirnya tidak mau lagi mengkonsumsi ASI atu sering disebut “Bingung Putting”.

  1. Stadium ASI

Irawati (2007) mengklasifikasikan ASI menjadi tiga stadium, yaitu sebagai berikut :

a. ASI Stadium I ( Kolostrum )

Kolostrum merupakan cairan yang pertama dikeluarkan / disekresi oleh kelenjar payudara pada hari pertama setelah persalinan. Komposisi kolostrum ASI setelah persalinan mengalami perubahan. Kolostrum berwarna kuning keemasan disebabkan oleh tingginya komposisi lemak dan sel-sel hidup. Kolostrum merupakan pencahar ( pembersih usus bayi ) yang membersihkan mekonium sehingga mukosa usus bayi baru lahir segera bersih dan siap menerima ASI. Hal ini menyebabkan bayi sering defekasi dan feces berwarna hitam.

b. ASI Stadium II ( ASI Transisi atau Peralihan )

ASI ini diproduksi pada hari ke-5 sampai hari ke-10. jumlah volume ASI semakin meningkat tetapi komposisi protein semakin rendah, sedangkan lemak dan hidrat arang semakin tinggi, hal ini untuk memenuhi kebutuhan bayi karena aktifitas bayi yang mulai aktif dan bayi sudah mulai beradaptasi dengan lingkungan. Pada masa ini pengeluara ASI sudah mulai stabil.

c. ASI Stadium III ( ASI Mature )

ASI yang disekresi pada hari ke-10 dan seterusnya. ASI matur merupakan nutrisi bayi yang terus berubah disesuaikan dengan perkembangan bayi sampai 6 bulan. Setelah 6 bulan mulai dikenalkan makanan pendamping selain ASI.

  1. Komposisi ASI

Kandungan zat gizi dalam kolostrum, ASI, dan PASI (Pengganti Air Susu Ibu) memiliki komposisi yang berbeda. Kandungan protein dalam kolostrum jauh lebih tinggi daripada ASI. Hal ini menguntungkan bagi bayi yang baru lahir karena dengan mendapat sedikit kolostrum ia sudah mendapat cukup protein yang dapat memenuhi kebutuhan bayi pada minggu pertama. Sri Handayani dalam Muktamar (2007) mengemukakan bahwa ASI mempunyai komponen yang sangat spesifik dan disiapkan untuk memenuhi kebutuhan dan perkembangan bayi.

Adapun komposisi yang terkandung dalam ASI menurut Irawati (2007) antara lain;

a. Lemak

Lemak ASI adalah komponen ASI yang dapat berubah-ubah kadarnya. Perubahan kadar lemak ini terjadi secara otomatis, dapat menyesuaikan diri dengan jumlah kalori yang dibutuhkan untuk pertumbuhan bayi dari hari ke hari. Lemak ini terbagi atas ;

1) Lemak ASI, lemak ini digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi. Lemak ini mudah dicerna dan diserap oleh bayi, karena ASI juga mengandung enzim lipase.

2) Lemak ikatan panjang ASI, lemak ini lebih dikenal dengan omega-3, omega-6, DHA, Arachidonic acid yang penting untuk pembentukan selaput isolasi yang mengelilingi selaput saraf sehingga amat penting untuk pertumbuhan otak.

3) Kolesterol, kandungan kolesterol ASI tergolong tinggi sehingga juga penting untuk meningkatkan pertumbuhan otak bayi.

b. Karbohidrat

Karbohidrat dalam ASI berbentuk laktosa yang jumlahnya berubah-ubah tiap hari menurut kebutuhan tumbuh kembang bayi. Rasio jumlah laktosa dalam ASI PASI adalah 7 : 4 sehingga ASI terasa lebih manis dibandingkan dengan PASI. Hal ini menyebabkan bayi yang sudah mengenal ASI dengan baik cenderung tidak mau minun PASI. Dengan demikian, pemberian ASI akan semakin sukses. Hidrat arang dalam ASI merupakan nutrisi yang penting untuk pertumbuhan sel syaraf otak dan pemberi energi untuk kerja sel-sel syaraf. Selain itu, karbohidrat memudahkan penyerapan kalsium mempertahankan faktor bifidus didalam usus ( faktor yang menghambat pertumbuhan bakteri yang berbahaya dan menjadikan tempat yang baik bagi bakteri yang menguntungkan) dan mempercepat pengeluaran kolostrum sebagai antibody bayi.

c. Protein ASI

Protein dalam ASI sangat rendah, namun demikian protein ASI sangat cocok karena unsur protein di dalamnya hampir seluruhnya terserap oleh sistem pencernaan bayi yaitu protein unsur “Whey”. Perbandingan protein unsur whey dab casein dalam ASI adalah 80:40, sedangkan dalam PASI 20:80. artinya protein pada PASI hany sepertiganya protein ASI yang dapat diserap oleh sistem pencernaan bayi dan harus embuang dua kali lebih banyak protein yang sukar diabsorpsi. Hal ini yang memungkinkan bayi akan sering menderita diare dan defekasi dengan feces berbentuk biji cabe yang menunjukkna adanya makanan yang sukar diserap bila bayi diberikan PASI.

d. Faktor Pelindung dalam ASI

1) Sel darah putih, sel ini beredar dalam usus bayi dan membunuh kuman-kuman yang jahat.

2) Imunoglobulin, protein yang berperan untuk memerangi infeksi yang masuk ke dalam tubuh bayi.

3) Imunisasi pasif dan aktif, kolostrum merupakan imunisasi aktif oleh ASI yang merangsang pembentukan daya dan daya tahan tubuh bayi. Contoh imunisasi pasif adalah SigA yang berfungsi menutupi kebocoran-kebocoran oleh kuman pada dinding usus bayi.

e. Vitamin

ASI mengandung vitamin yang lengkap ynag dapat mencukupi kebutuhan bayi sampai usia 6 bulan kecuali vitamin K, karena bayi baru lahir ususnya belum mampu membentuk vitamin K

f. Mineral

ASI mengandung mineral yang lengkap walaupun kadarnya sangat rendah, tetapi bisa mencukupi kebutuhan bayi sampai berumur 6 bulan. Zat besi dan kalsiun dalam ASI merupakan mineral yang sangat stabil dan mudah diserap dan jumlahnya tidak dipengaruhi oleh diet ibu. Dalam PASI, kandungan mineral tinggi, tetapi sebagian besar tidak dapat diserap hal ini akan memperberat kerja usus bayi serta mengganggu keseimbangan dalma usus dan meningkatkan pertumbuhan bakteri yang merugikan sehingga mengakibatkan kontraksi usus bayi tidak normal. Bayi akan kembung, gelisah karena abstipasi atau gangguan metabolisme.

  1. Manfaat Pemberian ASI

ASI adalah makanan berstandar emas yang tidak bisa di bandingkan dengan susu formula atau makanan buatan apapun. Didalamnya terdapat zat kekebalan yang dapat melindungi bayi dari berbagai penyakit . Oleh karena itu, penting sekali agar bayi mendapatkan ASI Eksklusif, yaitu ASI saja tanpa tambahan lainnya selama enam bulan sejak kelahirannya

Menurut Roesli (2000), Ada beberapa manfaat pemberian ASI baik bagi ibu maupun bagi bayi, yaitu sebagai berikut :

a. ASI sebagai Nutrisi

ASI merupakan sumber gizi yang sangat ideal dengan komposisi yang seimbang dan disesuaikan dengan kebutuhan pertumbuhan bayi. ASI adalah makanan bayi yang paling sempurna, baik kualitas maupun kuantiasnya. Dengan tata laksana menyusui yang benar, ASI sebagai makanan tunggal akan cukup memenuhi tumbuh bayi normal sampai usia 6 bulan.

b. ASI meningkatkan daya tahan tubuh bayi

Bayi yang baru lahir secara alamiah mendapat imunologlobulin (zat kekebalan tubuh) dari ibunya melalui ari-ari, namun kadar ini cepat sekali menurun segera setelah bayi lahir. Olehnya itu dengan ASI kekurangan ini dapat teratasi sebab ASI merupakan cairan hidup yang mengandung zat kekebalan yang terdapat pada kolostrum. Kolostrum ini mengandung 10-17 kali lebih banyak dari susu matang, dimana zat ini akan melindungi bayi dari berbagai jenis penyakit

c. ASI Sayang Ibu.

ASI juga dapat memberi keuntungan bagi ibu seperti :

a. Mengurangi pendarahan setelah melahirkan.

b. Mengurangi terjadinya anemia.

c. Menjarangkan kehamilan.

d. Mengecilkan rahim.

e. Lebih cepat langsing kembali.

f. Mengurangi kemungkinan menderita kanker.

g. Lebih ekonomis / murah.

h. Tidak merepotkan dan hemat waktu.

i. Portabel dan praktis.

j. Memberi kepuasan bagi Ibu.

d. ASI Eksklusif meningkatkan jalinan kasih sayang

Bayi yang sering berada dalam dekapan ibu karena menyusui akan merasakan kasih sayang ibunya. Ia juga akan merasa aman dan tenteram, terutama karena masih dapat mendengar detak jantung ibunya yang telah ia kenal sejak dalam kandungan. Perasaan terlindung dan disayangi inilah yang akan menjadi dasar perkembangan emosi bayi dan membentuk kepribadian yang percaya diri dan dasar spiritual yang baik.

e. ASI meningkatkan kecerdasan.

Manfaat ASI ini dikemukaan oleh Irawati (2003), ia mengemukakan bahwa bayi yang mendapat Air Susu Ibu terbukti memiliki kecerdasan lebih tinggi dibandingkan mereka yang hanya diberi susu formula. Besarnya manfaat ASI bagi kecerdasan bayi diungkapkan para peneliti dari Mc Gill University Kanada. Riset mereka menyimpulkan bahwa bayi peminum ASI menunjukkan hasil tes IQ yang lebih baik pada usia enam tahun. Namun, para peneliti belum dapat memastikan apakah tingginya IQ tersebut disebabkan murni oleh kandungan ASI atau juga dipengaruhi oleh interaksi ibu-anak dalam aktivitas menyusui.

Riset yang melibakan 14 ribu anak ini adalah bukti terbaru dari sekian banyak laporan tentang pengaruh positif ASI terhadap kecerdasan. Namun riset terbaru yang juga dimuat Archives Of General Psyachiatry ini mencoba memperhitungkan masalah tersebut dengan memantau perkembangan sejak anak lahir di beberapa Rumah Sakit di Belarusia. Dari riset terungkap, bahwa anak yang mendapat ASI Eksklusif selama 3 bulan pertama, dan kebanyakan juga berlanjut hingga setahun, mencatat rata-rata 5,9 poin lebih besar dalam tes IQ pada usia 6 tahun.

Menurut Analisa Riset, beragam asam lemak yang terkandung dalam ASI diyakini mampu meningkatkan kecerdasan. Selain itu, aspek fisik dan emosional dalam proses menyusui dapat menciptakan perubahan permanen pada perkembangan otak anak. Para peneliti juga mengindikasikan kegiatan pemberian ASI meningkatkan interaksi verbal antara ibu dan anak, sehingga membantu perkembangan anak.

  1. Keunggulan ASI

Irawati (2003) mengungkapkan bahwa ASI memiliki 12 Keunggulan jika dibandingkan dengan susu formula, antara lain :

1. ASI mengandung zat gizi paling sempurna untuk pertumbuhan bayi dan perkembangan kecerdasannya.

2. ASI mengandung kalori 65 kcal/100ml yang memberikan cukup energi bagi pertumbuhan bayi.

3. Sebanyak 90 persen kandungan lemak ASI dapat diserap oleh bayi.

4. ASI dapat menyebabkan pertumbuhan sel otak secara optimal, terutama karena kandungan protein khusus, yaitu Taurin, selain mengandung laktosa dan asam lemak ikatan panjang lebih banyak dari susu sapi/kaleng.

5. Protein ASI adalah spesifik spesies sehingga jarang menyebabkan alergi untuk manusia

6. ASI memberikan perlindungan terhadap infeksi dan alergi. Juga akan merangsang pertumbuhan system kekebalan tubuh bayi.

7. Pemberian ASI dapat mempererat ikatan batin antara ibu dan bayi. Ini akan menjadi dasar si kecil percaya pada orang lain, lalu diri sendiri, dan akhirnya bayi berpotensi untuk mengasihi orang lain.

8. ASI selalu tersedia, bersih, dan segar.

9. ASI jarang menyebabkan diare dan sembelit yang berbahaya.

10. ASI lebih ekonomis, hemat, sekaligus praktis.

11. ASI dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi.

12. ASI dapat membantu program Keluarga Berencana.

  1. Alasan Mengapa ASI Eksklusif harus 6 Bulan

Penundaan pemberian makanan padat sampai bayi berusia 6 bulan berlaku bagi bayi yang mendapatkan ASI, ASI Eksklusif dan juga susu formula. Berikut di bawah ini beberapa alasan mengapa ASI Eksklusif harus diberikan selama 6 bulan :

1) ASI adalah satu-satunya makanan dan minuman yang dibutuhkan oleh bayi hingga usia enam bulan

2) Menunda pemberian makanan padat, memberikan perlindungan yang lebih baik pada bayi terhadap penyakit

3) Menunda pemberian makanan padat memberikan kesempatan pada sistem pencernaan bayi untuk berkembang menjadi lebih matang

4) Menunda pemberian makanan padat memberikan kesempatan pada bayi agar sistem yang dibutuhkan untuk mencerna makanan padat dapat berkembang dengan baik

5) Menunda pemberian makanan padat mengurangi resiko alergi makanan

6) Menunda pemberian makanan padat membantu melindungi bayi dari anemia karena kekurangan zat besi

7) Menunda pemberian makanan padat membantu melindungi bayi dari resiko terjadinya obesitas dimasa yang akan datang

8) Menunda pemberian makanan padat membantu para ibu untuk menjaga kesediaan ASI mereka

9) Menunda pemberian makanan padat membuat pemberiannya menjadi lebih mudah (Bayikita, 2007)

  1. Faktor-faktor yang mempengaruhi Produksi ASI

a. Makanan Ibu

Makanan yang dimakan seorang ibu yang sedang dalam masa menyusui tidak secara langsung mempengaruhi mutu ataupun jumlah air susu yang dihasilkan. Dalam tubuh terdapat cadangan berbagai zat gizi yang dapat digunakan bila sewaktu-waktu diperlukan. Akan tetapi jika makanan ibu terus menerus tidak mengandung cukup zat gizi yang diperlukan tentu pada akhirnya kelenjar-kelenjar pembuat air susu dalam buah dada ibu tidak akan dapat bekerja dengan sempurna, dan akhirnya akan berpengaruh terhadap produksi ASI.

Unsur gizi dalam 1 liter ASI setara dengan unsur gizi yang terdapat dalam 2 piring nasi ditambah 1 butir telur. Jadi diperlukan makanan tambahan disamping untuk keperluan dirinya sendiri, yaitu setara dengan 3 piring nasi dan 1 butir telur. Apabila ibu yang sedang menyusui bayinya tidak mendapat tamabahan makanan, maka akan terjadi kemunduran dalam pembuatan ASI. Terlebih jika pada masa kehamilan ibu juga mengalami kekurangan gizi. Karena itu tambahan makanan bagi seorang ibu yang sedang menyusui anaknya mutlak diperlukan. Dan walaupun tidak jelas pengaruh jumlah air minum dalam jumlah yang cukup. Dianjurkan disamping bahan makanan sumber protein seperti ikan, telur dan kacang-kacangan, bahan makanan sumber vitamin juga diperlukan untuk menjamin kadar berbagai vitamin dalam ASI.

b. Ketentraman Jiwa dan Pikiran

Pembuahan air susu ibu sangat dipengaruhi oleh faktor kejiwaan. Ibu yang selalu dalam keadaan gelisah, kurang percaya diri, rasa tertekan dan berbagai bentuk ketegangan emosional, mungkin akan gagal dalam menyusui bayinya.

Pada ibu ada 2 macam, reflek yang menentukan keberhasilan dalam menyusui bayinya, reflek tersebut adalah:

1) Reflek Prolaktin

Reflek ini secara hormonal untuk memproduksi ASI. Waktu bayi menghisap payudara ibu, terjadi rangsangan neorohormonal pada putting susu dan aerola ibu. Rangsangan ini diteruskan ke hypophyse melalui nervus vagus, terus kelobus anterior. Dari lobus ini akan mengeluarkan hormon prolaktin, masuk ke peredaran darah dan sampai pada kelenjar–kelenjar pembuat ASI. Kelenjar ini akan terangsang untuk menghasilkan ASI.

2) Let-down Refleks (Refleks Milk Ejection)

Refleks ini membuat memancarkan ASI keluar. Bila bayi didekatkan pada payudara ibu, maka bayi akan memutar kepalanya kearah payudara ibu. Refleks memutarnya kepala bayi ke payudara ibu disebut ”rooting reflex (reflex menoleh). Bayi secara otomatis menghisap putting susu ibu dengan bantuan lidahnya. Let-down reflex mudah sekali terganggu, misalnya pada ibu yang mengalami goncangan emosi, tekanan jiwa dan gangguan pikiran. Gangguan terhadap let down reflex mengakibatkan ASI tidak keluar. Bayi tidak cukup mendapat ASI dan akan menangis. Tangisan bayi ini justru membuat ibu lebih gelisah dan semakin mengganggu let down reflex.

c. Pengaruh persalinan dan klinik bersalin

Banyak ahli mengemukakan adanya pengaruh yang kurang baik terhadap kebiasaan memberikan ASI pada ibu-ibu yang melahirkan di rumah sakit atau klinik bersalin lebih menitik beratkan upaya agar persalinan dapat berlangsung dengan baik, ibu dan anak berada dalam keadaan selamat dan sehat. Masalah pemberian ASI kurang mendapat perhatian. Sering makanan pertama yang diberikan justru susu buatan atau susu sapi. Hal ini memberikan kesan yang tidak mendidik pada ibu, dan ibu selalu beranggapan bahwa susu sapi lebih baik dari ASI. Pengaruh itu akan semakin buruk apabila disekeliling kamar bersalin dipasang gambar-gambar atau poster yang memuji penggunaan susu buatan.

d. Perawatan Payudara

Siregar (2005) menekankan bahwa perawatan fisik payudara menjelang masa laktasi perlu dilakukan, yaitu dengan mengurut payudara selama 6 minggu terakhir masa kehamilan. Pengurutan tersebut diharapkan apabila terdapat penyumbatan pada duktus laktiferus dapat dihindarkan sehingga pada waktunya ASI akan keluar dengan lancar.

  1. Persiapan Psikologis untuk Menyusui

Menurut Widia (2008), kehamilan, persalinan, dan menyusui merupakan proses Fisiologi yang pelu dipersiapkan oleh wanita dari pasangan subur agar dapat dilalui dengan aman. Selama masa kehamilan, ibu dan janin adalah unit fungi yang tak terpisahkan. Kesehatan ibu hamil dan menyusui adalah persyaratan penting untuk fungsi optimal dan perkembangan kedua bagian unit itu.

Dalam menanti kelahiran bayi, si ibu harus menyiapkan terlebih dahulu keadaan psikologisnya, terutama dalam hal menyusui bayi. Berikut langkah-langkah yang harus diambil untuk membpersiapkan ibu secara kejiwaan untuk menyusui bayinya :

a. Mendorong setiap ibu untuk yakin dan percaya bahwa ia dapat sukses dalam menyusui bayinya. Menjelaskan pada ibu bahwa persalinan dan menyusui adalah proses alamiah yang hamper semua ibu berhasil melaluinya, bila ada masalah hubungi dokter atau petugas kesehatan yang berkompeten.

b. Meyakinkan ibu akan keuntungan ASI dan kerugian susu buatan/formula.

c. Memecahkan masalah yang timbul pada ibu yang mempunyai pengalaman menyusui sebelumnya, pengalaman kerabat atau anggota keluarga lain.

d. Mengikutsertakan suami atau anggota keluarga lain yang berperan dalam keluarga, ibu dapat beristirahat cukup untuk kesehatannya dan bayi sehungga perlu adanya pembagian tugas dalam keluarga.

e. Setiap saat ibu diberi kesempatan untuk bertanya dan dokter atau petugas kesehatan harus dapat memperlihatkan perhatian dan kemauannya dalam membantu ibu sehingga hilang keragua atau ketakutan untuk bertanya tentang masalah yang tengah dihadapinya.

  1. Tata Laksana Pemberian ASI pada Ibu Pekerja

Menurut Suroto (2000), bayi perlu terus diberi ASI walau ibu kembali bekerja, adapun tatalaksana pemberian ASI secara optimal walaupun ibu harus kembali bekerja :

a)Susuilah bayi terus menerus selama cuti melahirkan dan jangan mulai member susu botol (ingat : susu botol berbahaya bagi bayi)

b) Susuilah bayi sebelum berangkat bekerja dan segera setelah ibu tiba di rumah, terutama pada malam hari dan selama libur di rumah.

c)Selama di tempat kerja ASI harus dikeluarkan, lalu dimasukkan kedalam tempat (wadah) yang bersih dan tertutup kemudian disimpan dalam lemari es atau termos es. ASI ini dibawa pulang, simpan lagi dalam lemari es dan diberikan oleh pengasuh kepada bayi saat ibu bekerja esoknya. Suapkan ASI tersebut dengan sendok kecil.

d) Bila tersedia TPB (tempat penitipan bayi) di tempat kerja atau dekat tempat kerja seyogyanya ibu dapat menitipkan bayinya dan memberikan ASI 1-2 kali pada waktu istirahat.

e)Kalau bayi sudah berumur 6 bulan, mulai berikan makanan pendamping ASI sewaktu ibu sedang bekerja. Jangan diberikan susu botol.

f) Ibu harus cukup istirahat serta banyak makan dan minum agar ASI lancar.

  1. ASI perahan dan penyimpanan ASI

a) ASI perahan

ASI perahan adalah ASI yang diambil dengan cara diperas dari payudara untuk kemudian disimpan dan nantinya diberikan pada bayi. Setiap ibu harus tahu bagaimana cara memeras ASI.

Adapun cara memeras ASI dengan tangan adalah sebagai berikut :

1. Cuci tangan dengan bersih.

2. Sediakan tempat (wadah) kecil bertutup yang sudah dicuci bersih dan kering.

3. Duduklah dengan santai dan pegang wadah agar menempel di bawah payudara.

4. Letakkan ibu jari di atas areola dan jari-jari yang lain di bawah areola pada bagian yang berlawanan.

5. Tekan bagian areola disekitar putting. Tekan dan lepaskan. Kemudian ubah posisi jari-jari pada areola dan tekan dengan cara yang sama.

6. Keluarkan ASI dari payudara yang satu kurang lebih 3-5 menit sampai ASI berkurang, kemudian ulangi pada payudara yang lain.

7. Pengeluaran ASI memerlukan waktu kurang lebih 15-30 menit untuk mendapatkan 100-150 cc.

b) Penyimpanan ASI

Menurut Roesli (2000), sampai waktu tertentu dan dengan penyimpanan yang benar, ASI tidak akan basi, ASI dapat disimpan daam wadah yang bersih (steril), tertutup dan tahan disimpan didalam suhu ruangan sampai 6-8 jam, jika disimpan dithermos yang diberi es batu, bisa tahan hingga 24 jam, bahkan kalau disimpan dikulkas ketahanannya meningkat hingga 2 minggu dengan suhu kulkas yang bervariasi, jika disimpan di freezer yang tidak terpisah dari kulkas dan sering dibuka, ASI tahan 3-4 bulan. Sedangkan pada freezer dengan pintu terpisah dari kulkas dan suhu bisa dijaga dengan spontan, maka ketahanan ASI mencapai 6 bulan.

Sebelum diberikan kepada bayi dengan sendok atau gelas, ASI dapat dihangatkan dengan merendam wadah ASI dalam mangkok atau panas yang berisi air hangat/panas.

11. Masalah- Masalah yang sering terjadi pada saat menyusui

a. Payudara Bengkak

Sekitar hari ketiga dan keempat sesudah ibu melahirkan, payudara sering terasa lebih penuh / tegang serta nyeri. Keadaan ini disebut “Engorgement ( Payudara Bengkak )” yang disebabkan oleh adanya bendungan dipembuluh darah dan getah bening. Hal ini semua merupakan tanda bahwa ASI mulai banyak diproduksi. Apabila dalam keadaan tersebut ibu menghindari menyusui karena alasan nyeri lalu memberikan makanan prelakteal pada bayi, keadaan ini akan berlanjut. Payudara akan bertambah bengkak / penuh karena sekresi ASI tetap berlangsung sementara bayi tidak disusukan. Dengan demikian tidak terjadi perangsangan pada putting susu sehingga refleks oksitosin tidak terjadi dan ASI tidak dikeluarkan, akhirnya ASI yang disekresi menumpuk dalam payudara, akibatnya areola lebih menonjol, putting menjadi lebih datar dan sukar diisap oleh bayi. Bila keadaan sudah sampai demikian, kulit pada payudara nampak lebih merah mengkilat, ibu merasa demam seperti influenza, payudara terasa nyeri sekali.

Mencegah terjadinya payudara bengkak, beberapa cara yang dianjurkan ;

a) Susukan bayi segera setelah lahir

b) Susukan bayi tanpa jadwal ( On Demand )

c) Keluarkan ASI sedikit sebelum menyusu agar payudara lebih lembek

d) Keluarkan ASI dengan tangan / pompa bila produksi ASI melebihi kebutuhan bayi

e) Laksanakan perawatan payudara secara teratur

f) Untuk mengurangi rasa sakit pada payudara berikan kompres dingin

g) Untuk memudahkan bayi mengisap / menangkap putting susu berikan kompres sebelum menyusu

h) Untuk mengurangi bendungan di vena dan pembuluh getah bening dalam payudara, lakukan pengurutan yang dimulai dari putting kearah korpus mammae.

b. Puting yang masuk kedalam

Jika puting yang datar atau masuk kedalam (inverse) tidak ditemukan selama kehamilan laktasi akan sulit dilaksanakan khususnya selama hari ke-3 dan ke-4 ketika payudara yang mengalami distensi menarik puting ke dalam membuatnya lebih datar, pompa payudara dapat membantu menarik puting kedepan sebelum pemberian ASI dilakukan dan perisai puting dari bahan karet atau lateks yang lunak serta pas dengan areola dapat dikenakan selama pemberian ASI sehingga mulut bayi bisa memegang puting tersebut, perisai payudara yang terbuat dari plastik dapat dikenakan pada saat-saat diantara pemberian ASI

c. Bayi Bingung Putting

Istilah bingung putting dipakai untuk mengartikan keadaan bayi yang mengalami nipple confussion karena diberi formula dot bergantian dengan menyusu pada ibu. Mekanisme menyusu dan minum dari botol sangat berlainan. Untuk menyusu pada ibu, bayi memerlukan usaha yang yang lebih daripada minum dari botol. Pada saat menyusu bayi mempergunakan otot-otot pipi, gusi, langit-langit dan lidah untuk menarik dan mengurut putting serta areolanya, kemudian ditekan oleh gusi atas dan bawah sehingga sinus laktiferus tertekan dan keluarlah ASI. Selanjutnya dengan gerakan berirama ASI diisap dan ditelan oleh bayi. Isapan yang efektif adalah isapan yang dalam dan diselingi istirahat antara dua isapan.

Tanda- Tanda bayi bingung putting ;

a) Bayi mengisap putting seperti mengisap dot

b) Waktu menyusu cara mengisapnya terputus-putus hanya sebentar-sebentar

c) Bayi menolak menyusu pada ibu.

Usaha Pencegahan ;

a) Ibu harus mengusahakan agar bayi hanya menyusu pada ibu saja

b) Cara menyusui yang benar

c) Menyusu lebih sering dan lama, tidak terjadwal

d) Perlu lebih sabar dan teliti waktu menyusui

e) Ibu melaksanakan perawatan payudara postnatal secara sistematis dan teratur.

d. Putting Susu Lecet

Masalah yang sering terjadi pada ibu menyusui adalah putting susu lecet. Hal ini terjadi karena tekhnik menyusui yang salah, yaitu hanya putting saja yang masuk kedalam mulut bayi, tidak sampai pada sebagian areola sehingga bayi hanya mengisap pada putting susu saja. Sebab lain yang dapat menimbulkan putting susu lecet adalah penggunaan sabun, lotion, alkohol dan lain-lain waktu membersihkan putting susu sehingga terjadi iritasi.

e. Air Susu Ibu ( ASI ) Kurang

Masih bayak ibu mengira bahwa mereka tidak mempunyai cukup banyak ASI untuk bayinya. Sehingga keinginan untuk menambah susu formula / makanan tambahan sangat besar. Apabila bayi sering menangis, ingin selalu menyusu pada ibunya dan payudara terasa kosong/ lembek meskipun produksi ASI cukup lancar, ibu mengira bahwa ASI nya kurang banyak. Menilai kecukupan ASI bukan dari hal tersebutr diatas tetapi teritama dari kenaikan berat badan bayi. Menimbang bayi sebelum dan sesudah disusi bukanlah cara yang tepat untuk mengetahui kecukupan ASI. Tindakan ini hanyalah menambah kecemasan ibu yang mengganggu refleks pembentukan ASI sehingga produksi ASI makin berkurang (Suroto, 2000 )

12. Teknik Menyusui yang Baik dan Benar.

Seiring dengan pertumbuhan bayi, anda akan mampu menyusui tanpa harus berpikir dau kali mengenai posisi, namun saat anda dan bayi masih belajar, anda harus berhati-hati. Menurut Suroto (2000), berikut ini adalah tekhnik menyusui yang baik dan benar dapat dilakukan sebagai berikut :

a) Sebaiknya sebelum menyusui, ibu mencuci tangan terlebih dahulu.

b) Ibu dan bayi harus berada dalam keadaan santai, tenag dan nyaman.

c) Letakkan kepala bayi pada lengkung siku ibu dan bokong bayi ditahan dengan telapak tangan.

d) Perut bayi menempel pada perut ibu, telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus.

e) Waktu mulai menyusui, peganglah bagian bawah payudara dengan keempat jari dan ibu jari diletakkan dibagian atas payudara.

f) Sentuhkan putting pada bibir atau pipi bayi untuk merangsang agar mulut bayi terbuka lebar.

g) Masukkan seluruh puting dan sebagian areola mammae kedalam mulut bayi.

13. Langkah-langkah penting untuk keberhasilan ASI eksklusif

Menurut Siregar (2005), agar pemberian ASI Eksklusif dapat berhasil dengan baik, maka adapun langkah-langkah yang harus diperhatikan antara lain sebagai berikut :

1. Mempersiapkan payudara misalnya dengan masase

2. Mempelajari ASI dan tatalaksana menyusui.

3. Menciptakan dukungan keluarga, teman, dan sebagainya

4. Memilih tempat melahirkan yang sayang bayi atau mendukung program ASI eksklusif dan tidak sembarangan memberikan susu formula.

5. Memilih tenaga kesehatan yang mendukung pemberian ASI eksklusif. konsultasi ke klinik laktasi dan konsultan laktasi bila menemukan masalah dalam menyusui.

6. Menciptakan sikap positif tentang ASI dan menyusui. Selain penerapan manajemen, laktasi itu juga harus disertai dukungan semua pihak agar upaya pemberian ASI eksklusif selama enam bulan bisa berhasil. Sikap keluarga sangat menentukan keberhasilan menyusui, terutama suami, dengan membantu tugas rumah tangga agar ibu yang menyusui tidak kelelahan, dan bantuan tenaga yang menjamin keamanan si kecil ketika ditinggal bekerja.

14. Pemberian ASI Eksklusif Kurangi Resiko Penularan HIV

Pemberian ASI selama 6 bulan pertama kelahiran terbukti ampuh dapat menekan risiko penularan HIV. Selain memenuhi kebutuhan nutrisi, ASI juga melindungi lapisan paling atas dari permukaan usus sehingga virus tidak dapat menembus dan menginfeksi bayi. Hasil riset yang dilakukan dalam 5-6 tahun terakhir menunjukkan, jika ibu yang tertular HIV memberikan ASI Eksklusif selam enam bulan pertama kepada bayinya, maka kemungkinaan hanya tertular HIV hanya 2-4 %, “ kata Prof Nigel Rollins dari Fakultas Kedokteran Nelson Mandela Universitas Zwazulu Natal Afrika Selatan. Artinya, 96-98 % bayi yang lahir dari perempuan yang terinfeksi HIV akan terhindar dari infeksi virus yang mematikan itu jika sang ibu memberikan ASI saja, tanpa makanan dan minuman tambahan apapun termasuk air selam enam bulan pertama setelah kelahiran. Hal itu bisa terjadi karena selain memenuhi kebutuhan nutrisi bayi, ASI juga melindungi lapisan paling atas dari permukaan usus sehingga virus tidak bisa menembus dan menginfeksi tubuh bayi.

Sebaiknya, pemberian ASI dengan makanan tambahan lain seperti air, susu formula atau bubur, justru bisa menimbulkan luka atau radang pada membran permukaan usus sehingga virus lebih mudah menyusup dan menyerang. Akibatnya, jika ASI dicampur materi lain, maka risiko penularannya akan meningkat 2-10 kali lipat (Anonim, 2008)

B. TINJAUAN UMUM VARIABEL YANG DITELITI

1. Pengetahuan

a. Pengertian Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2002 hal 3), pengetahuan adalah hasil tahu dari manusia, yang sekedar menjawab pertanyaan what, misalnya, apa air, apa manusia, apa alam dan sebagainya. Pengetahuan hanya dapat menjawab pertanyaan apa sesuatu itu apabila pengetahuan itu mempunyai sasaran tertentu, mempunyai metode atau pendekatan untuk mengkaji objek tersebut memperoleh hasil yang dapat disusun secara sistematis dan diakui secara universal, maka terbentuklah disiplin ilmu. Dengan kata lain, pengetahuan itu dapat berkembang menjadi ilmu apabila memenuhi kriteria yaitu mempunyai objek kajian, mempunyai metode pendekatan, dan bersifat universal (mendapat pengakuan secara umum).

Sedangkan di dalam buku yang berbeda Notoatmodjo (2005 hal 121) juga menyatakan bahwa pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

b. Tingkatan Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2005 hal 122-123), pengetahuan seseorang terhadap suatu materi dapat dikategorikan dalam 6 tingkatan, yaitu :

1. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (Recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

2. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

3. Aplikasi (aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).

4. Analisis (analysis)

Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian kedalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.

c. Proses adopsi perilaku

Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Sebuah hasil penelitian mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan antara lain sebagai berikut :

1) Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.

2) Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus.

3) Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

4) Trial, dimana orang telah mulai mencoba perilaku baru.

5) Adoption, yaitu subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus (Notoatmodjo, 2005 hal 121-122).

Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama.

Pengetahuan seseorang dapat berguna sebagai motivasi dalam bersikap dan bertindak sesuatu bagi orang tersebut, serangkaian pengetahuan selama proses interaksi dengan lingkungannya menghasilkan pengetahuan baru yang dapat bermanfaat bagi dirinya maupun orang lain. Pengetahuan orang tua, ibu dan ayah bayi khususnya mengenai kolostrum, ASI Eksklusif dan manajemen laktasi yang memegang peranan penting dalam pemberian ASI Eksklusif. Hanya ASI yang paling ideal untuk bayi manusia, maka perubahan yang dilakukan pada komponen gizi susu sapi harus mendekati susunan zat gizi ASI.

Menurut Siregar (2005), memburuknya gizi anak dapat juga terjadi akibat ketidaktahuan ibu mengenai cara–cara pemberian ASI kepada anaknya. Berbagai aspek kehidupan kota telah membawa pengaruh terhadap banyak para ibu untuk tidak menyusui bayinya, padahal makanan penganti yang bergizi tinggi jauh dari jangkauan mereka. Kurangnya pengertian dan pengetahuan ibu tentang manfaat ASI dan menyusui menyebabkan ibu–ibu mudah terpengaruh dan beralih kepada susu botol (susu formula). Kesehatan/status gizi bayi/anak serta kelangsungan hidupnya akan lebih baik pada ibu- ibu yang berpendidikan rendah. Hal ini karena seorang ibu yang berpendidikan tinggi akan memiliki pengetahuan yang luas serta kemampuan untuk menerima informasi lebih tinggi. Hasil penelitian di Pakistan dimana tingkat kematian anak pada ibu –ibu yang lama pendidikannya 5 tahun adalah 50 % lebih rendah daripada ibu – ibu yang buta huruf. Demikian juga di Indonesia bahwa pemberian makanan padat yang terlalu dini. Sebahagian besar dilakukan oleh ibu- ibu yang berpendidikan rendah, agaknya faktor ketidaktahuanlah yang menyebabkannya.

Seiring dengan perkembangan zaman, terjadi pula peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat. Ironinya, pengetahuan lama yang mendasar seperti menyusui kadang terlupakan. Padahal kehilangan pengetahuan tentang menyusui berarti kehilangan besar, karena menyusui adalah suatu pengetahuan yang selama berjuta-juta tahun mempunyai peranan penting dalam mempertahankan kehidupan manusia (Roesli, 2000).

2. Pendidikan

Didalam bukunya “Pendidikan dan Perilaku Kesehatan”, Notoatmodjo (2005 hal 16) mengemukakan bahwa pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu maupun kelompok atau masyakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan.

Menurut Atmarita (2004), tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap perubahan sikap dan perilaku hidup sehat seseorang. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan seseorang untuk menyerap informasi dan mengimplementasikannya dalam perilaku dan gaya hidup sehari-hari, khususnya dalam hal kesehatan dan gizi.

Di daerah perkotaan , sasaran yang harus diberi pendidikan adalah para gadis remaja. Di daerah pedesaan, pendidikan harus diarahkan untuk mencegah marasmus. Perkembangan teknologi telah dapat menciptakan “humanized milk” menyebabkan nilai ASI dan kebiasaan menyusui pada hakekatnya memberikan fasilitas kemudahan pengadaan susu, murah serta praktis semakin kurang diminati dan dihindari. Kemajuan dibidang kesehatan lingkungan dan industri makanan sapihan membuat segalanya menjadi sangat praktis sehingga para ibu lebih cenderung menggunakan susu botol. Untuk mengatasi masalah tersebut, ibu-ibu yang mampu harus dihimbau dan diberi motivasi agar kembali pada praktek menyusui anak sendiri. Karena hal itu mendatangkan keuntungan bagi hubungan ibu dan anak dan terutama karena hal itu memenuhi ciri dan kodrat manusia (Siregar, 2005)

3. Pekerjaan

Kebahagiaan dan kebanggaan tidak terkira dirasakan ibu jika berhasil menyusui bayinya, khususnya setelah hamil anak pertama. Sebab, air susu ibu alias ASI merupakan makanan yang sempurna bagi bayi. Kunci kesuksesan menyusui adalah rasa cinta, ketekunan, kesabaran, percaya diri, disertai penerapan manajemen laktasi yang baik. Sejumlah ibu yang baru memiliki bayi mengaku terpaksa memberikan susu formula lantaran harus kembali bekerja. Produksi ASI pun menurun lantaran kelelahan setelah seharian bekerja. Selain itu, banyak di antara mereka yang mengalami gangguan dalam menyusui, seperti bayi tidak mau disusui, saluran ASI tersumbat (Ulhaq, 2008)

Menurut UNICEF, menurunnya angka pemberian ASI dan meningkatnya pemakaian susu formula disebabkan antara lain rendahnya pengetahuan para ibu mengenai manfaat ASI dan cara menyusui yang benar, kurangnya pelayanan konseling laktasi dan dukungan dari petugas kesehatan, persepsi-persepsi sosial-budaya yang menentang pemberian ASI, kondisi yang kurang memadai bagi para ibu yang bekerja (cuti melahirkan yang terlalu singkat, tidak adanya ruang di tempat kerja untuk menyusui atau memompa ASI), dan pemasaran agresif oleh perusahaan-perusahaan formula yang tidak saja mempengaruhi para ibu, namun juga para petugas kesehatan (Tasya, 2008).

Menurut Amiruddin (2006), pekerjaan berkaitan dengan pemberian ASI. Ibu yang bekerja cenderung memiliki waktu yang sedikit untuk menyusui bayinya akibat kesibukan kerja. Sedangkan ibu yang tidak bekerja (ibu rumah tangga) mempunyai waktu yang cukup untuk menyusui bayinya.

Pada ibu yang bekerja, singkatnya masa cuti hamil/melahirkan mengakibatkan sebelum masa pemberian ASI eksklusif berakhir sudah harus kembali bekerja. Hal ini mengganggu upaya pemberian ASI eksklusif. Dari berbagai penelitian menunjukan banyak alasan untuk menghentikan ASI dengan jumlah yang bervariasi. ASI eksklusif harus dijalani selama 6 bulan tanpa intervensi makanan dan minuman lain, sedangkan cuti hamil dan melahirkan hanya diberikan selama 3 bulan. Jadi, memang tidak gampang bagi ibu bekerja untuk memberikan ASI eksklusif bagi sang bayi mungil. Apalagi kalau untuk mendapat tempat memerah ASI yang nyaman saja sulit. Mungkin seorang ibu melakukannya di salah satu pojok ruangan kantor. Ibu lainnya memilih ruang dokumentasi yang sepi pengunjung. Sebagian lagi memilih menyendiri di ruang rapat yang sedang tidak dipakai, dan lainnya memilih satu bilik dalam toilet perempuan.

Di Indonesia, sesuai kebijakan pemerintah, sebagian besar perusahaan menerapkan kebijakan pemberian cuti melahirkan hanya tiga bulan. Karena itu, kendati kampanye nasional pemberian ASI eksklusif selama enam bulan dicanangkan, kenyataannya hal itu sulit dilakukan bagi ibu yang bekerja di luar rumah. Meski demikian, bekerja bukan alasan bagi ibu untuk menghentikan pemberian ASI eksklusif.

Memberikan Air Susu Ibu (ASI) adalah obsesi utama bagi setiap perempuan yang telah dianugrahi anak. Namun, buat perempuan bekerja, memberikan ASI jelas membutuhkan perjuangan tersendiri. Pemicu utamanya adalah waktu bersama bayi yang terbatas. Setelah cuti melahirkan selama 3 bulan, ibu harus tetap bertekad memberikan ASI eksklusifnya hingga genap 6 bulan. Alangkah membantunya jika tempat ibu bekerja menyediakan tempat penitipan bayi. Dengan begitu, ibu lebih mudah menyusui bayinya setiap beberapa jam.

4. Pelayanan Rumah Sakit

Evy (2006) menyatakan bahwa menyusui eksklusif dapat dicapai bila seluruh rumah sakit, rumah sakit bersalin, dan tempat-tempat pelayanan ibu bersalin lainnya telah menerapkan konsep ramah ASI (breastfeeding friendly hospital). Kebijakan pelayanan kelahiran adalah rawat gabung, pemberian minuman pralaktal saat usia satu sampai tiga hari, pendirian klinik laktasi, antenatal, dan pascakelahiran.

Seperti yang diungkapkan oleh Tasya (2008), rendahnya tingkat pemberian ASI di Indonesia juga disebabkan oleh pemasaran agresif perusahaan pembuat susu formula. Sebenarnya, peraturan tentang pemasaran pengganti ASI di Indonesia bukannya tidak ada. Pada tahun 1981, Indonesia telah meratifikasi Kode Internasional tentang Pemasaran Pengganti ASI yang dikeluarkan oleh WHO dan pada tahun 1997, isi sebagian dari kode tersebut telah dituangkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 237/KEPMENKES/SK/IV/1997 tentang Pemasaran Pengganti Air Susu Ibu (“Kepmenkes 237”)

Walaupun telah ada peraturan tentang pemasaran pengganti ASI untuk bayi dibawah 1 tahun berdasarkan Kepmenkes 237 ini, namun dikarenakan tidak efektifnya pengawasan atas pelaksanaan peraturan ini serta sanksi yang tidak maksimal, pelanggaran atas peraturan ini pun terjadi di mana-mana. Banyak sekali kita jumpai rumah sakit-rumah sakit yang menjadi sarana promosi susu formula, sampel gratis dibagikan dimana-mana dan pelanggaran-pelanggaran lainnya.

The Golden Standard untuk makanan bayi adalah ASI. Namun kenyataannya tidak sedikit kendala disekitar yang mempengaruhi ibu-ibu dalam upayanya memberikan ASI ekslusif pada bayinya. Pekan ASI sedunia tahun 2008 bertujuan menghilangkan hambatan-hambatan tersebut dan memberikan lingkaran dukungan bagi ibu untuk menyusui. Bila diibaratkan dengan 5 lingkaran berwarna simbol olimpiade maka perempuan/ ibu berada di lingkaran tengah dan lingkaran disekitarnya adalah lingkaran-lingkaran dukungan yang saling berinterkasi dan tumpang tindih dalam memberikan dukungan pada ibu untuk menyusui.

Sistem pelayanan kesehatan menempati lingkaran ketiga setelah ibu/perempuan dan dukungan dari jaringan keluarga dan masyarakat. Sistem pelayanan kesehatan termasuk didalamnya tenaga kesehatan adalah faktor yang sangat penting dalam suksesnya upaya ibu dalam menyusui. Tenaga kesehatan dan sarana pelayanan kesehatan adalah tempat bertanya bila ibu mengalami kesulitan dalam menyusui. Disamping untuk mendapatkan informasi tentang pemberian makanan pada bayi agar tumbuh kembangnya optimal. Sedangkan lingkaran keempat adalah Pemerintah dan Peraturan Perundangan serta peraturan lainnya yang mendukung ASI Eksklusif. Peraturan ataupun kebijakan publik sangat diperlukan untuk mendukung seorang ibu dapat menyusui secara eksklusif. Adanya upaya Pemerintah dalam mengatur pemasaran PASI akan menghindarkan para ibu dalam menggunakan susu formula selama masa menyusui. Disamping itu perlu ada kebijakan yang melarang atau membatasi penggunaan susu formula di fasilitas kesehatan untuk mencapai keberhasilan menyusui (Admin, 2008)

Meskipun aturan pemasaran produk pengganti ASI terdapat dalam kode etik internasional yang juga telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia dalam SK Menteri Kesehatan, namun tetap saja para produsen susu bayi melakukan promosi secara gencar, bahkan sampai menyediakan susu formula itu di rumah sakit ataupun klinik-klinik bersalin (Rena, 2006)

Badan Kesehatan Dunia (WHO) merekomondasikan pemberian ASI Eksklusif selama enam bulan pertama kepada bayi. Untuk bisa memberikan ASI, seorang ibu harus mendapatkan dukungan dari berbagai pihak, pihak keluarga dalam hal ini suami, memegang peranan penting dalam mendukung istri menyusui eksklusif. Peran petugas kesehatan juga sangat penting, rata-rata perempuan Indonesia melahirkan di Rumah Sakit atau bidan. Yang dipercaya nasehatnya untuk kesehatan anak adalah petugas kesehatan. Jadi, petugas kesehatan memegang peranan kunci dalam hal ini, khususnya untuk bisa eksklusif di RS / Rumah Bersalin (Muktamar, 2007 )

Seperti yang dikemukakan oleh Suradi (2004), ibu yang memberikan ASI Eksklusif kepada bayinya sampai berumur 6 bulan saat ini masih sangat rendah, yaitu kurang dari 2% dari jumlah total ibu yang melahirkan. Ini antara lain disebabkan karena pengetahuan ibu tentang pentingnya ASI masih rendah, tata laksana rumah sakit yang salah dan banyaknya ibu yang bekerja di luar rumah. Beberapa rumah sakit memberikan susu formula pada bayi yang baru lahir sebelum ibunya mampu memproduksi ASI, hal itu menyebabkan, bayi tidak terbiasa mengisap ASI dari puting susu ibunya, dan akhirnya tidak mau lagi mengkonsumsi ASI atau sering disebut “Bingung Putting”.

Banyak ahli mengemukakan adanya pengaruh yang kurang baik terhadap kebiasaan memberikan ASI pada ibu-ibu yang melahirkan di rumah sakit atau klinik bersalin lebih menitik beratkan upaya agar persalinan dapat berlangsung dengan baik, ibu dan anak berada dalam keadaan selamat dan sehat. Masalah pemberian ASI kurang mendapat perhatian. Sering makanan pertama yang diberikan justru susu buatan atau susu sapi. Hal ini memberikan kesan yang tidak mendidik pada ibu, dan ibu selalu beranggapan bahwa susu sapi lebih baik dari ASI. Pengaruh itu akan semakin buruk apabila disekeliling kamar bersalin dipasang gambar-gambar atau poster yang memuji penggunaan susu buatan (Siregar,2005). Sedangkan Amiruddin (2006) berpendapat bahwa tempat melahirkan memberikan pengaruh terhadap pemberian ASI Eksklusif pada bayi karena merupakan titik awal bagi ibu untuk memilih apakah tetap memberikan bayinya ASI Eksklusif atau memberikan susu formula yang diberikan oleh petugas kesehatan maupun non kesehatan sebelum ASI nya keluar.

Sama halnya dengan Amiruddin, Judarwanto (2006) juga mengemukakan bahwa rumah sakit merupakan tempat yang paling potensial untuk terjadi penyimpangan. Seharusnya penyediaan susu formula untuk bayi baru lahir tidak harus rutin disediakan oleh rumah sakit Baby Friendly Hospital yang digalakkan pemerintah seharusnya tidak hanya dijadikan kedok belaka. Ironisnya justru bisnis pengadaan susu formula untuk bayi ternyata cukup besar dibandingkan pengadaan kebutuhan lainnya.

Dokter yang dianggap paling bertanggung jawab dalam keberhasilan penggalakan ASI, kadangkala tidak disadar ikut berperilaku negatif. Didalam kamar praktek, dengan waktu yang sangat terbatas karena banyak pasien atau harus praktek di banyak tempat sering tidak sempat memotivasi si ibu dalam pemberian ASI. Bahkan masih saja ada beberapa dokter yang mendekorasi kamar prakteknya dengan berbagai kaleng susu formula atau poster susu formula tertentu. Promosi tidak sehat yang melibatkan dokter dan pabrik susu tertentu harus segera diakhiri demi kepentingan penderita.

Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) Tahun 2002 -2003 juga menunjukkan bahwa pemberian ASI Eksklusif pada bayi dibawah usia 2 bulan hanya mencakup 64 %, dengan faktor penyebabnya antara lain, bayi langsung dimandikan segera setelah lahir dan diberi susu Formula kemudian ditempatkan terpisah dari ibu saat di rumah sakit, bidan sebagai salah satu profesi kesehatan yang dianggap mempunyai pengaruh cukup besar dimasyarakat, memiliki tanggung jawab untuk menyukseskan asuhan, supervise dan memberikan nasehat kepada ibu selama hamil, persalinan, dan masa pasca persalinan (postpartum periode), memimpin persalinan atas tanggung jawabnya serta asuhan pada bayi baru lahir dan anak dimana tanggung jawab bidan dalam hal ini adalah mempromosikan Air susu Ibu (ASI) (Anonim, 2008)

BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep


Oval: ASI Eksklusif

Pekerjaan


Sosial Budaya

Sikap dan Keterampilan


Keterangan :

= Variabel terikat (variabel dependent)

= Variabel bebas (variabel Independent)

= Variabel yang tidak diteliti

= Variabel yang tidak diteliti

B. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif

1. ASI Eksklusif

ASI Eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja sampai usia 6 bulan diberi tanpa tambahan makanan atau minuman apapun.

2. Pengetahuan

Yang dimaksud dengan pengetahuan adalah hasil dari tahu yaitu pengetahuan ibu yang mendalam tentang ASI Eksklusif.

Kriteria Objektif

a) Baik : Bila jawaban responden > 70%

b) Kurang : Bila jawaban respoden < 70% jawaban benar

3. Pendidikan

Yang dimaksud dengan pendidikan adalah jenjang pendidikan formal yang pernah diikuti oleh responden (Ibu postpartum) dengan memiliki ijazah.

Kriteria Objektif :

a) Tinggi : Bila responden menamatkan pendidikannya minimal sampai DIII

b) Rendah : Bila responden menamatkan pendidikannya minimal SMU

4. Pelayanan Rumah Sakit

Pelayanan Rumah Sakit adalah pelayanan yang diberikan oleh pihak Rumah sakit tempat ibu melahirkan, yaitu dokter, bidan, perawat yang mendukung program ASI Eksklusif.

Kriteria Objektif :

a) Baik : Jika bayi tidak diberi susu formula saat lahir, ibu mendapatkan penyuluhan tentang ASI dari petugas kesehatan setempat

b) Kurang : Jika bayi diberi susu formula saat lahir, ibu tidak pernah mendapatkan penyuluhan tentang ASI dari petugas kesehatan setempat.

5. Pekerjaan

Pekerjaan adalah jenis pekerjaan yang dimiliki oleh ibu yang dapat menghasilkan.

Kriteria Objektif :

a. Bekerja : Jika pekerjaan ibu adalah PNS, wiraswasta dan sejenisnya yang dapat memberikan penghasilan

b. Tidak bekerja : Jika pekerjaan ibu hanya mengurus rumah tangga (IRT)

BAB IV

METODE PENELITIAN

  1. JENIS PENELITIAN

Penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif analitik dengan menggunakan metode cross sectional study, dimana peneliti melakukan penelitian dalam satu kali kesempatan (one time series), artinya data yang menyangkut variabel bebas dan variabel terikat dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran sejauh mana pengetahuan, pelayanan Rumah Sakit dan karakteristik ibu postpartum tentang ASI Eksklusif.

  1. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN

1) Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di RSIA Siti Fatimah Makassar. RSIA Siti Fatimah merupakan salah satu rumah sakit yang mengkhususkan operasional pelayanan kesehatan ibu dan anak. Letaknya sangat strategis karena berada di pusat kota Makassar, tepatnya di Jl. Gunung Merapi no. 75, Kelurahan Pisang Selatan, Kecamatan Ujung Pandang, Kotamadya Makassar, Propinsi Sulawesi Selatan.

2) Waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama kurang lebih 2 bulan , terhitung mulai tanggal Agustus sampai September 2008.

  1. POPULASI DAN SAMPEL

1) Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian (Notoatmodjo, 2005 hal 79). Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan ibu postpartum normal yang melahirkan normal pervaginam yang berada di ruang perawatan nifas RSIA Siti Fatimah Makassar yang ada pada saat penelitian dilaksanakan. Dengan jumlah populasi sebanyak 100 ibu-ibu postpartum yang melahirkan normal pervaginam.

2) Sampel

Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2005 hal 79). Yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah ibu-ibu postpartum yang melahirkan normal pervaginam dan dirawat gabung bersama bayinya di ruang perawatan nifas RSIA Siti Fatimah Makassar pada saat penelitian dilaksanakan. Dengan jumlah sampel sebanyak 80 ibu-ibu postpartum yang melahirkan normal pervaginam dan dirawat gabung bersama bayinya pada saat penelitian dilaksanakan.

Adapun jumlah sampel penelitian diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

n = N / N (d)2 + 1

Keterangan : n = Jumlah sampel

N = Jumlah anggota populasi

d = Presentasi ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditoleransi, misalnya 5% .

Oleh karena itu, dalam penelitian ini sampel diperoleh sebagai berikut :

n = 100 / 100 (0,05)2 + 1

n = 100 / 1,25

n = 80

Jadi, diperoleh jumlah sampel sebanyak 80.

  1. CARA PENGUMPULAN DATA

Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan melalui data primer dengan menggunakan angket/kuesioner berisi pernyataan–pernyataan yang berhubungan dengan ASI Eksklusif.

  1. PENGOLAHAN DAN PENYAJIAN DATA

Pengolahan data dilakukan secara manual dengan menggunakan kalkulator dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi yang disertai dengan penjelasan.

  1. ANALISA DATA

Data yang diperoleh, dianalisis dengan rumus persentase sebagai berikut ;

P = f / N x 100% Keterangan ; P : Persentase

f : Frekuensi

N : Jumlah

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui sejauhmana gambaran pengetahuan dan karakteristik ibu postpartum tentang ASI Eksklusif di RSIA Siti Fatimah Makassar. Variabel yang diteliti adalah pengetahuan, pendidikan, pekerjaan dan pelayanan rumah sakit.

Populasi sebanyak 100 ibu-ibu postpartum yang melahirkan normal pervaginam, sedangkan jumlah sampel sebanyak 80 ibu-ibu postpartum normal yang melahirkan normal pervaginam dan dirawat gabung bersama bayinya pada saat penelitian dilaksanakan.

Penelitian ini dilaksanakan di bagian Postnatal RSIA Siti Fatimah Makassar selama kurang lebih 2 bulan, yaitu terhitung mulai Agustus sampai September 2008. Pengumpulan data dilakukan melalui data primer dengan menggunakan angket/kuesioner berisi pernyataan–pernyataan yang berhubungan dengan ASI Eksklusif.

Adapun hasil penelitian yang diperoleh akan diuraikan lebih lanjut sebagai berikut :

1. Analisis Deskriptif

a) Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan

Tabel 5.1

Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan

Di RSIA Siti Fatimah Makassar 2008

No

Pendidikan Terakhir

N

%

1.

2.

3.

4.

5.

Tidak Tamat Sekolah

Tamat SD

Tamat SMP

Tamat SMA

Akademik/Perguruan Tinggi

1

8

17

38

16

1,25%

10%

21,25%

47,5%

20%

Total

80

100%

Sumber : Data Primer

Hasil analisis tabel 5.1 di atas menunjukkan bahwa dari 80 responden, paling banyak adalah responden yang menamatkan pendidikan pada tingkat SMA yaitu 38 responden (47,5%), sedangkan paling sedikit adalah responden yang tidak tamat sekolah yaitu 1 responden (1,25%).

b) Distribusi Responden Menurut Pekerjaan

Tabel 5.3

Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pekerjaan

Di RSIA Siti Fatimah Makassar

No.

Pekerjaan

N

%

1.

2

3

Wiraswasta

Pegawai Negeri

IRT

4

10

66

5%

12,5%

82,5%

Total

80

100

Sumber : Data Primer

Hasil analisis tabel 5.3 di atas menunjukkan bahwa dari 80 responden, sebagian besar bekerja sebagai ibu rumah tangga (IRT) yaitu sebesar 82,5%, sedangkan hanya 12,5 % yang bekerja sebagai pegawai negeri dan sisanya memiliki pekerjaan sebagai wiraswasta yaitu sebesar 5%.

c) Distribusi Responden Menurut Tingkat Pengetahuan

Tabel 5.2

Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan

Di RSIA Siti Fatimah Makassar 2008

No.

Pengetahuan

N

%

1.

2.

Baik

Kurang

31

49

38,75%

61,25%

Total

80

100%

Sumber : Data Primer

Hasil analisis tabel 5.2 di atas menunjukkan bahwa dari 80 responden, terdapat 31 responden (38,75%) yang memiliki pengetahuan yang baik tentang ASI Eksklusif, sedangkan 49 responden (61,25%) memiliki pengetahuan yang masih kurang tentang ASI Eksklusif.

d) Distribusi Responden Menurut Tingkat Pelayanan Rumah Sakit

Tabel 5.4

Distribusi Responden Menurut Tingkat pelayanan Rumah Sakit

Di RSIA Siti Fatimah Makassar

No.

Mendapat Susu formula saat bayi lahir

N

%

1.

2.

Tidak

Ya

63

17

78,75%

21,25%

Total

80

100

Sumber : Data Primer

Hasil analisis tabel 5.4 di atas menunjukkan bahwa dari 80 responden, terdapat 63 responden (78,75%) yang menyatakan tidak mendapat susu formula saat bayinya lahir, sedangkan 17 responden (21,25%) menyatakan mendapat susu formula saat bayinya lahir.

2. Analisis Variabel Penelitian

a) Tingkat Pendidikan dalam Pemberian ASI Eksklusif

Tabel 5.5

Tingkat Pendidikan tentang ASI Eksklusif

Di RSIA Siti Fatimah Makassar 2008

No.

Pendidikan

N

%

1.

2.

Tinggi

Rendah

16

64

20%

80%

Total

80

100%

Sumber : Data Primer

Hasil analisis tabel 5.5 menunjukkan bahwa dari 80 responden, terdapat 64 responden (80%) yang tergolong memiliki pendidikan rendah. Hal ini berarti bahwa tingkat pendidikan responden pada saat penelitian dilakukan masih termasuk kategori rendah, dimana sebesar 80% responden yang memiliki pendidikan rendah.

b) Tingkat Pekerjaan dalam Pemberian ASI Eksklusif

Tabel 5.7

Tingkat Pekerjaan tentang ASI Eksklusif

Di RSIA Siti Fatimah Makassar 2008

No.

Pekerjaan

N

%

1.

2.

Bekerja

Tidak bekerja

14

66

17,5%

82,5%

Total

80

100%

Sumber : Data Primer

Hasil analisis tabel 5.7 menunjukkan bahwa presentase responden yang tidak bekerja di luar rumah (82,5%) jauh lebih besar jika dibandingkan dengan ibu yang bekerja di luar rumah (17,5%).

c) Tingkat Pengetahuan dalam Pemberian ASI Eksklusif

Tabel 5.6

Tingkat pengetahuan tentang ASI Eksklusif

Di RSIA Siti Fatimah Makassar 2008

No.

Pengetahuan

Jika

N

%

1.

2.

Baik

Kurang

> 70%

<>

31

49

38,75%

61,25%

Total

80

100%

Sumber : Data Primer

Hasil analisis tabel 5.6 menunjukkan bahwa dari 80 responden, terdapat 49 responden (61,25%) memiliki pengetahuan yang masih kurang tentang pemberian ASI Eksklusif. Hal ini berarti bahwa tingkat pengetahuan responden pada saat penelitian dilakukan termasuk kategori masih kurang, dimana terdapat 49 responden (61,25%) yang memiliki pengetahuan yang kurang tentang ASI Eksklusif.

d) Tingkat Pelayanan Rumah Sakit dalam Pemberian ASI Eksklusif

Tabel 5.8

Tingkat Pelayanan Rumah Sakit tentang ASI Eksklusif

Di RSIA Siti Fatimah Makassar 2008

No.

Pelayanan Rumah Sakit

N

%

1.

2.

Baik

Kurang

63

17

78,75%

21,25%

Total

80

100%

Sumber : Data Primer

Hasil analisis tabel 5.8 menunjukkan bahwa dari 80 responden terdapat 63 responden (78,75%) telah mendapat pelayanan yang baik dari pihak rumah sakit dalam hal pemberian ASI karena pada saat bayinya lahir, langsung disusukan dan tidak mendapat susu formula.

B. PEMBAHASAN

Dalam pembahasan ini, penulis akan membahas tentang hal-ha berikut di bawah ini :

1) Karakteristik Ibu

a. Pendidikan

Pendidikan pada dasarnya merupakan usaha dan tindakan yang bertujuan untuk merubah pengetahuan, sikap, dan keterampilan manusia. Suatu tingkat pendidikan yang cukup merupakan dasar dalam pengembangan daya nalar serta sarana bagi seseorang menerima pengetahuan. Kemampuan menerima seseorang yang inovatif akan lebih cepat diterima oleh seseorang dengan latar belakang pendidikan yang cukup. Hal ini dimungkinkan karena dalam proses pendidikan terjadi suatu sifat hakiki, yaitu tumbuhnya kemampuan dalam cara berfikir.

Sejalan dengan pernyataan di atas, Amiruddin (2006) menuturkan bahwa tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap perubahan sikap dan perilaku hidup sehat seseorang. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan seseorang untuk menyerap informasi dan mengimplementasikannya dalam perilaku dan gaya hidup sehari-hari, khususnya dalam hal pemberian ASI Eksklusif. Proses pencarian dan penerimaan informasi akan cepat jika seseorang berpendidikan tinggi.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di RSIA Siti Fatimah Makassar, dapat diketahui bahwa rata-rata tingkat pendidikan responden masih termasuk kategori rendah, karena dari 80 responden sebesar 80% yang berpendidikan rendah, yaitu mereka yang hanya menyelesaikan pendidikan sampai tingkat SD, SMP dan SMA. Akan tetapi pendidikan yang rendah tersebut bukan merupakan alasan seorang ibu untuk tidak memberikan ASI Eksklusif kepada bayinya. Banyak cara yang dapat dilakukan agar informasi yang mencakup tentang menyusui dan ASI Eksklusif dapat sampai kepada seluruh ibu-ibu khususnya bagi mereka yang telah memiliki bayi, kemajuan dan kecanggihan teknologi saat ini membuat segalanya menjadi lebih mudah, semuanya tergantung dari diri seseorang tersebut bagaimana bisa memanfaatkannya dengan baik. Para ibu-ibu dapat memperoleh informasi yang mencakup tentang ASI Eksklusif baik dari media massa maupun dari media elektronik. Selain itu, berbagi pengalaman dengan sanak keluarga, teman, sahabat, bahkan tetangga kita yang mempunyai banyak pengalaman tentang menyusui dapat menjadi alternatif lain untuk memperoleh informasi yang sangat bermanfaat untuk dijadikan pedoman utamanya bagi seorang ibu agar senantiasa termotivasi untuk menyusui sang buah hatinya.

Peran tenaga kesehatan juga sangat penting, rata-rata perempuan Indonesia melahirkan di rumah sakit atau bidan. Bidan sebagai salah satu profesi kesehatan memiliki tanggung jawab untuk menyukseskan asuhan dan memberikan nasehat kepada ibu hamil selama hamil, persalinan, dan masa postpartum serta asuhan pada bayi baru lahir dan anak, dimana tanggung jawab bidan adalah mempromosikan ASI. Jadi, petugas kesehatan memegang peranan kunci dalam hal ini, khususnya untuk bisa eksklusif di RS / Rumah Bersalin.

Melihat kenyataan tersebut, diharapkan seluruh ibu-ibu yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi dapat mengerti dengan baik tentang pentingnya pemberian ASI Eksklusif, akan tetapi pada saat penelitian justru ditemukan sebagian ibu-ibu yang berpendidikan tinggi namun memiliki pengetahuan yang kurang tentang pentingnya pemberian ASI Eksklusif. Hal ini disebabkan karena kurangnya informasi yang diperoleh tentang pentingnya ASI Eksklusif pada saat melakukan ANC, ditambah lagi kesibukan kerja yang menuntut lebih banyak waktu mereka sehingga membuat mereka lupa bahwa ada hal yang begitu penting yang harus mereka berikan yaitu ASI Eksklusif untuk sikecil. Untuk mampu menyusui tidak hanya diperlukan niat, tapi alangkah baiknya bila didukung dengan pengetahuan yang baik.

Kemajuan dibidang kesehatan lingkungan dan industri makanan tambahan juga membuat segalanya menjadi sangat praktis sehingga para ibu lebih cenderung menggunakan susu botol. Untuk mengatasi masalah tersebut, ibu-ibu yang mampu harus dihimbau dan diberi motivasi agar kembali pada praktek menyusui anak sendiri. Karena hal itu mendatangkan keuntungan bagi hubungan ibu dan anak dan terutama karena hal itu memenuhi ciri dan kodrat manusia.

b. Pekerjaan

Menurut Ulhaq (2008), kebahagiaan dan kebanggaan tidak terkira dirasakan ibu jika berhasil menyusui bayinya, khususnya setelah hamil anak pertama. Sebab, air susu ibu alias ASI merupakan makanan yang sempurna bagi bayi. Kunci kesuksesan menyusui adalah rasa cinta, ketekunan, kesabaran, percaya diri, disertai penerapan manajemen laktasi yang baik. Sejumlah ibu yang baru memiliki bayi mengaku terpaksa memberikan susu formula lantaran harus kembali bekerja. Produksi ASI pun menurun lantaran kelelahan setelah seharian bekerja.

Hasil penelitian di RSIA Siti Fatimah Makassar menunjukkan bahwa persentase responden yang tidak bekerja diluar rumah (82,5%) lebih besar daripada responden yang bekerja di luar rumah (17,5%). Maka diharapkan bagi seluruh ibu-ibu baik yang bekerja diluar rumah maupun yang tidak bekerja di luar rumah dapat memberikan ASI Eksklusif kepada bayinya.

Pekerjaan berkaitan dengan ASI. Ibu yang bekerja cenderung memiliki waktu yang sedikit untuk menyusui bayinya akibat kesibukan kerja. Sedangkan ibu yang tidak bekerja (ibu rumah tangga) mempunyai waktu yang cukup untuk menyusui bayinya. Akan tetapi waktu yang cukup tidak menjamin bahwa seorang ibu akan berhasil memberikan ASI Eksklusif pada bayinya, kondisi fisik mental serta dukungan penuh dari keluarga tentunya memegang peranan yang tidak kalah pentingnya. Sikap keluarga sangat menentukan keberhasilan menyusui, terutama suami dengan membantu tugas rumah tangga agar ibu yang menyusui tidak kelelahan, dan bantuan tenaga yang menjamin keamanan sikecil ketika ditinggal bekerja.

Ulhaq (2008) juga menuturkan bahwa di Indonesia, sesuai kebijakan pemerintah, sebagian besar perusahaan menerapkan kebijakan pemberian cuti melahirkan hanya tiga bulan. Karena itu, kendati kampanye nasional pemberian ASI eksklusif selama enam bulan dicanangkan, kenyataannya hal itu sulit dilakukan bagi ibu yang bekerja di luar rumah. Namun demikian, hal itu tidak berarti kesempatan ibu yang bekerja untuk memberi ASI eksklusif kepada bayinya hilang sama sekali. Bekerja bukan alasan untuk menghentikan pemberian ASI eksklusif bagi sang buah hati. Selain diberikan secara langsung, yakni dengan menyusui si kecil, ASI juga dapat diberikan secara tidak langsung dengan cara memberikan ASI perah.

Pada ibu yang bekerja, singkatnya masa cuti hamil/melahirkan mengakibatkan sebelum masa pemberian ASI eksklusif berakhir sudah harus kembali bekerja. Hal ini mengganggu upaya pemberian ASI eksklusif.

ASI eksklusif harus dijalani selama 6 bulan tanpa intervensi makanan dan minuman lain, sedangkan cuti hamil dan melahirkan hanya diberikan selama 3 bulan. Jadi, memang tidak gampang bagi ibu bekerja untuk memberikan ASI eksklusif bagi sang bayi mungil. Apalagi kalau untuk mendapat tempat memerah ASI yang nyaman saja sulit. Mungkin seorang ibu melakukannya di salah satu pojok ruangan kantor. Ibu lainnya memilih ruang dokumentasi yang sepi pengunjung. Sebagian lagi memilih menyendiri di ruang rapat yang sedang tidak dipakai, dan lainnya memilih satu bilik dalam toilet perempuan karena dianggap menawarkan lebih banyak privasi.

Jadi, buat perempuan bekerja, memberikan ASI jelas membutuhkan perjuangan tersendiri. Pemicu utamanya adalah waktu bersama bayi yang terbatas. Setelah cuti melahirkan selama 3 bulan, ibu harus tetap bertekad memberikan ASI eksklusifnya hingga genap 6 bulan. Kendati demikian, hal itu tidak berarti kesempatan ibu yang bekerja untuk memberi ASI eksklusif kepada bayinya hilang sama sekali. Bekerja bukan alasan untuk menghentikan pemberian ASI eksklusif bagi sang buah hati. Selain diberikan secara langsung, yakni dengan menyusui si kecil, ASI juga dapat diberikan secara tidak langsung dengan cara memberikan ASI perah.

Jadi Alangkah membantunya jika tempat ibu bekerja menyediakan tempat penitipan bayi. Dengan begitu, ibu lebih mudah menyusui bayinya setiap beberapa jam. Jika tetap bersikukuh menghindarkan bayinya dari susu formula, ibu tetap bisa memberikan ASI perah, yakni ASI yang diperas dari payudara, lalu diberikan pada bayi saat ibu bekerja di kantor.

Adanya “tempat kerja sayang ibu” yang mendukung proses laktasi di tempat kerja juga mempermudah ibu bekerja memberi ASI eksklusif selama enam bulan. Contohnya, dengan menyediakan ruang untuk menyusui atau memerah ASI dan TPB (tempat penitipan bayi), memberi kesempatan ibu menyusui atau memerah ASI setiap tiga jam.

2) Pengetahuan Ibu tentang Pemberian ASI Eksklusif

Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui setelah melihat, mengalami dan menyaksikan atau diajarkan. Tindakan seseorang senantiasa berdasarkan pada apa yang telah diketahui, terlebih apalagi jika hal tersebut dianggap memberi manfaat.

Menurut Amiruddin (2006) menyusui adalah suatu proses alamiah. Berjuta-juta ibu di seluruh dunia berhasil menyusui bayinya tanpa pernah membaca buku tentang ASI. Bahkan ibu yang buta huruf pun dapat menyusui anaknya dengan baik. Walaupun demikian, dalam lingkungan kebudayaan kita saat ini melakukan hal yang alamiah tidaklah selalu mudah. Pengetahuan ASI Eksklusif adalah segala sesuatu yang diketahui responden tentang ASI Eksklusif yang dapat menunjang keberhasilan pemberian ASI Eksklusif.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di RSIA Siti Fatimah Makassar sebagaimana yang dipaparkan dalam tabel 5.6 menunjukkan bahwa dari 80 responden, yang memiliki pengetahuan baik tentang ASI sebanyak 31 responden (38,75%) sedangkan 49 responden (61,25%) pengetahuannya masih kurang tentang ASI Eksklusif. Hal ini berarti bahwa bahwa jumlah responden yang memiliki pengetahuan yang kurang tentang pemberian ASI Eksklusif lebih besar bila dibandingkan dengan jumlah responden yang memiliki pengetahuan yang baik tentang pemberian ASI Eksklusif.

Berkaitan dengan hal tersebut, maka dalam penelitiannya, Amiruddin (2006) menyimpulkan bahwa salah satu faktor yang menyebabkan kurangnya pengetahuan dan kesadaran ibu akan pentingnya ASI adalah tingkat pendidikan yang dimiliki responden. Hal ini menggambarkan bahwa tingkat pendidikan mempengaruhi pengetahuan yang dimiliki responden, karena semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula tingkat pengetahuannya, begitu pula sebaliknya.

Akan tetapi terdapat perbedaan persepsi antara kesimpulan hasil penelitian Amiruddin tersebut dengan gambaran pengetahuan ibu-ibu pada saat penelitian ini dilaksanakan, meskipun jumlah responden yang berpendidikan rendah dalam penelitian jauh lebih banyak, akan tetapi sebagian dari mereka yang pendidikan rendah tersebut memiliki pengetahuan yang cukup baik tentang ASI Eksklusif, sebaliknya ada responden yang pendidikannya tinggi justru memiliki pengetahuan yang kurang tentang ASI Eksklusif.

Kenyataan ini berarti bahwa tingkat pendidikan tidak berpengaruh terhadap pengetahuan seseorang. Sebagai contoh, ibu dengan latar belakang pendidikan tinggi (S1) yang baru melahirkan untuk pertama kalinya dan ibu yang pendidikannya hanya sampai SD saja tetapi sudah melahirkan berkali-kali. Maka ibu yang pendidikannya hanya SD tetapi sudah mempunyai banyak pengalaman melahirkan tentunya memiliki pengetahuan yang cukup matang tentang cara merawat utamanya menyusui, jika dibandingkan dengan ibu yang pendidikannya S1 tapi baru pertama kali melahirkan, mungkin pengetahuan dan pengalaman sang ibu tersebut masih minim tentang ASI dan menyusui. Terlebih lagi bila didukung keadaan ekonomi yang mampu dan pekerjaan yang menuntut di luar sana, jika tekadnya tidak kuat untuk menyusui eksklusif, terlintaslah dipikiran sang ibu “cara praktis” mengganti ASI dengan susu botol.

Jadi, pengetahuan bukan hanya dapat diperoleh melalui pendidikan formal. Banyak cara yang bisa ditempuh agar ibu-ibu bisa memperoleh pengetahuan, khususnya informasi yang berhubungan tentang pentingnya ASI Eksklusif, antara lain dengan rajin membaca, sharing atau bertukar pikiran dengan keluarga, teman bahkan tetangga yang mempunyai pengalaman menyusui, keterpaparan dengan media baik media cetak maupun media elektronik, apalagi pada saat sekarang ini sudah banyak buku-buku yang khusus membahas tentang ASI Eksklusif. Jadi ibu-ibu yang masih kurang pengetahuannya dapat belajar banyak hal yang berhubungan dengan ASI, baik itu tentang manfaat ASI sampai pada tekhnik menyusui yang baik dan benar. Selain itu, yang tidak kalah berperan adalah pelayanan konseling dan dukungan dari petugas kesehatan baik pada masa antenatal maupun pada saat masa postpartum. Dengan memiliki pengetahuan yang baik tentang ASI Eksklusif, maka diharapkan para ibu dapat terus melanjutkan pemberian ASI Eksklusif bagi buah hatinya.

Oleh karena itu dapat disadari bahwa pengetahuan seorang ibu merupakan salah satu hal yang dapat menjamin keberhasilan dalam memberikan ASI Eksklusif. Sejalan dengan pernyataan tersebut, Tasya (2008) menuturkan bahwa dampak terbesar dari ketidaktahuan ibu mengenai cara-cara pemberian ASI kepada anaknya adalah memburuknya keadaan gizi anak. Kurangnya pengertian dan pengetahuan ibu tentang manfaat ASI dan menyusui menyebabkan ibu-ibu mudah terpengaruh dan beralih kepada susu botol (susu formula).

3) Pelayanan Rumah Sakit dalam Pemberian ASI Eksklusif

Evy (2006) menyatakan bahwa menyusui eksklusif dapat dicapai bila seluruh rumah sakit, rumah sakit bersalin, dan tempat-tempat pelayanan ibu bersalin lainnya telah menerapkan konsep ramah ASI (breastfeeding friendly hospital). Kebijakan pelayanan kelahiran adalah rawat gabung, pemberian minuman pralaktal saat usia satu sampai tiga hari, pendirian klinik laktasi, antenatal, dan pasca kelahiran.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di RSIA Siti Fatimah selama kurang lebih 2 bulan menunjukkan bahwa sebesar (78,75%) responden menyatakan bayinya langsung disusui serta tidak diberi susu formula saat lahir dan selama masa perawatan. Sementara (12,25%) responden lainnya menyatakan bayinya sempat diberikan ASI. Akan tetapi, disamping menyusui sang bayi juga dibantu susu formula. Hal ini disebabkan karena beberapa factor, banyak ibu mengira bahwa mereka tidak mempunyai cukup banyak ASI untuk bayinya sehingga keinginan untuk menambah susu formula sangat besar, merasa ASI nya masih kurang dan bayinya enggan menyusu sehingga khawatir bayinya nanti kelaparan jika harus menunggu sampai produksi ASI nya banyak, kemudian payudara bengkak dan nyeri atau putting lecet merupakan masalah tersering seorang ibu yang akhirnya terpaksa berhenti menyusui, bahkan ironisnya ada pendapat responden yang menyatakan bahwa menyusui itu bisa menjadikan payudara kendor. Sementara kolostrum yang manfaatnya amat besar untuk kekebalan tubuh sang bayi ternyata masih banyak yang beranggapan bahwa kolostrum tidak lain adalah “ASI basi” dan akhirnya lebih memilih untuk dibuang.

Terlepas dari semua itu, tidak dapat dipungkiri bahwa sampai pada saat ini, setiap rumah sakit bahkan hampir semua instansi pelayanan kesehatan yang melayani persalinan mungkin belum bisa bersih dari susu formula.

Berkaitan dengan pelayanan rumah sakit terhadap pemberian ASI Eksklusif, saat ini pihak RSIA Siti Fatimah mulai menunjukkan dukungan terhadap hal tersebut. Kenyatannya memang masih tersedia susu formula untuk bayi baru lahir, akan tetapi tidak semua bayi yang lahir itu diberi susu formula. Artinya terlebih dahulu harus diperhatikan kondisi sang ibu atau bayinya, bila si ibu melahirkan dengan normal dan kondisinya maupun bayinya baik-baik saja maka ibu tersebut akan tetap menyusui bayinya dan tidak diberi susu formula. Sebaliknya pada kondisi tertentu, misalnya bayi yang lahir disertai dengan komplikasi, tidak sempat mendapatkan ASI pertama dari ibunya karena harus segera mendapatkan perawatan intensif diruangan bayi bermasalah dan dirawat di dalam incubator, meskipun si ibu kadang ke ruangan bayi untuk menyusui tapi tetap saja masih dibantu dengan susu formula.

Bahkan saat sekarang ini, para dokter yang ada di RSIA Siti Fatimah Makassar sudah mulai menggalakkan “Inisiasi Menyusui Dini”, yaitu segera setelah lahir sang bayi langsung diletakkan diatas dada ibu, dengan begitu bayi akan mencari sendiri putting susu ibunya dan langsung menyusu.

Masih berkaitan dengan dukungan pihak rumah sakit terhadap gerakan ASI Eksklusif, Evy (2006) mengatakan bahwa tempat melahirkan memberikan pengaruh terhadap pemberian ASI eksklusif karena merupakan titik awal untuk memilih apakah tetap memberikan bayinya ASI Eksklusif atau memberikan susu formula sebelum ASI nya keluar.

Pihak rumah sakit harus senantiasa memberikan kesan yang mendidik kepada ibu, sebagai contoh kecil yang dapat memberi pengaruh adalah adanya gambar-gambar, poster, dan tulisan yang senantiasa memuji manfaat ASI, jangan malah sebaliknya disekeliling kamar bersalin dan ruangan lainnya didekorasi dengan poster susu formula tertentu.

Selain hal tersebut di atas, bentuk lain dukungan pihak rumah sakit terhadap keberhasilan ASI Eksklusif adalah usaha peningkatan pengetahuan ibu dan keluarga melalui penyuluhan kesehatan khususnya tentang hal-hal yang berhubungan dengan ASI Eksklusif.

Berdasarkan pengalaman penulis saat melaksanakan praktek klinik di RSIA Siti Fatimah, khususnya di ruang perawatan nifas, hampir setiap pagi diadakan penyuluhan yang ditujukan bagi ibu-ibu postpartum. Semua hal-hal yang berhubungan dengan masa nifas menjadi materi penyuluhan, akan tetapi yang paling sering dijadikan topic adalah seputar hal ASI Eksklusif dan menyusui. Semua ini diharapkan agar pengetahuan ibu tentang ASI bisa lebih baik sehingga para ibu termotivasi untuk menyusui. Penyuluhan tersebut tidak hanya diperuntukkan bagi ibu postpartumnya saja, akan tetapi keluarga terutama suami juga menjadi sasaran.

Betapa tidak, selain peran petugas kesehatan, suami dan keluarga juga menjadi salah satu kunci keberhasilan seorang ibu untuk menyusui eksklusif karena banyak ayah yang berpendapat salah bahwa menyusui adalah urusan ibu dan bayinya. Mereka menganggap cukup menjadi pengamat pasif saja.

Oleh karena itu, menurut Muktamar (2007), untuk bisa memberikan ASI, seorang ibu harus mendapatkan dukungan dari berbagai pihak. Peran petugas kesehatan sangat penting, karena rata-rata perempuan Indonesia melahirkan di rumah sakit atau bidan. Jadi, petugas kesehatan memegang peranan kunci dalam hal ini, khususnya untuk bisa eksklusif di rumah sakit. Maka seharusnya penyediaan susu formula untuk bayi baru lahir tidak harus rutin disediakan oleh rumah sakit.

Selanjutnya, sangat diharapkan agar pihak rumah sakit, khususnya RSIA Siti Fatimah Makassar seyogyanya dapat lebih meningkatkan dukungannya terhadap upaya pemberian ASI Eksklusif. Apalagi mengingat bahwa RSIA Siti Fatimah adalah rumah sakit yang mengkhususkan pelayanan operasional bagi ibu dan anak. Jadi sepantasnya pihak rumah sakit memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat khususnya bagi ibu dan bayi.

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

  1. SIMPULAN

Berdasarkan uraian hasil penelitian dan pembahasan tersebut, maka dapat ditarik suatu kesimpulan dari penelitian ini, adalah sebagai berikut :

1. Air susu ibu (ASI) merupakan makanan terbaik bagi bayi sampai usia 6 bulan tanpa harus diberikan minuman atau makanan pendamping apapun

2. Ibu yang berpendidikan rendah sebesar 80% dari 80 responden. Ibu yang berpendidikan rendah masih perlu mendapatkan informasi tentang manfaat pemberian ASI Eksklusif. Karena pendidikan yang rendah bukan menjadi alasan seseorang gagal mendapatkan suatu informasi, khususnya informasi tentang pentingnya ASI Eksklusif.

3. Ibu yang memiliki pengetahuan kurang tentang pemberian ASI Eksklusif (61,25%) lebih besar daripada ibu yang memiliki pengetahuan baik (38,75%). Ibu yang pengetahuannya kurang juga masih perlu mendapatkan informasi yang lebih banyak khususnya informasi tentang ASI Eksklusif. Pengetahuan yang baik dapat menunjang keberhasilan dalam pemberian ASI Eksklusif.

4. Tingkat pelayanan RSIA Siti Fatimah Makassar khususnya dalam mendukung gerakan ASI Eksklusif saat ini sudah termasuk kategori cukup baik, karena dari 80 responden sebesar (78,75%) menyatakan bahwa bayinya langsung disusui saat lahir dan tidak mendapat susu formula dari petugas kesehatan setempat.

  1. SARAN

1) Bagi Ibu dan keluarga

a. ASI adalah Hak asasi bagi setiap bayi, karena itu sebaiknya ibu memberikan ASI minimal 6 bulan (ASI Eksklusif).

b. Meskipun bekerja, ibu harus tetap menyusui. Jika memang tidak memungkinkan, ibu dapat memeras ASInya selanjutnya diberikan pada bayinya.

c. Pihak keluarga terutama suami, agar senantiasa mendukung ibu untuk menyusui bayinya, misalnya menemani istri ketika sedang menyusui, ikut merawat bayi, memberikan kata-kata pujian/pemberi semangat sehingga istri terus merasa percaya diri, melengkapi pengetahuan seputar pemberian ASI dan kegiatan menyusui, serta bangga dengan istri yang sedang dalam masa pemberian ASI kepada sang buah hati.

2) Bagi Instansi Pelayanan kesehatan (rumah sakit)

a. Perlu ditingkatkan peranan tenaga kesehatan baik di rumah sakit, klinik bersalin, posyandu di dalam memberikan penyuluhan atau petunjuk kepada ibu hamil, ibu baru melahirkan dan ibu menyusui khususnya kepada ibu yang memiliki pengetahuan kurang tentang ASI dan menyusui, sehingga ibu dapat meneruskan pemberian ASI kepada bayinya.

b. Perlunya intervensi melalui pemberdayaan kepada petugas kesehatan (Dokter, Bidan, dan Paramedis lainnya), diantaranya dengan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petugas dalam rangka peningkatan pemberian ASI.

c. Seharusnya penyediaan susu formula untuk bayi baru lahir tidak rutin disediakan oleh rumah sakit atau seharusnya tidak ada sama sekali.

3) Bagi Instansi Pemerintah

a. Sebaiknya Kementerian Pemberdayaan Perempuan perlu memikirkan bagaimana caranya di setiap pabrik dan gedung perkantoran disyaratkan untuk mempunyai ruang menyusui, bahkan penitipan anak-anak balita demi kesehatan masyarakat atau layanan kurir gratis untuk pengiriman ASI bagi perusahaan yang mempekerjakan ibu-ibu produktif.

b. Senantiasa mensosialisasikan keunggulan ASI kepada masyarakat, memperbaiki dan melengkapi perangkat yang mendukung kegiatan menyusui dan pemberian ASI, menindak dengan tegas segala bentuk pelanggaran pihak ketiga yang bertentangan dengan kebijakan pemberian ASI Eksklusif serta pemberian ASI bagi bayi Indonesia.

4) Bagi Perusahaan dan Perkantoran

Hendaknya menerapkan kebijakan kantor yang ramah terhadap pegawai perempuan yang menyusui, menyediakan ruang menyusui, memberikan waktu untuk memerah/menyusui langsung bila menyusui harus dilakukan selama waktu kerja.


DAFTAR PUSTAKA

· Admin, 2008, Pekan ASI Dunia Dukung Ibu Agar Menyusui Eksklusif, http://dinkesjatengprov.go.id/webgoid/index.php?name=News&file=article&sid=23, diakses tanggal 7 Agustus 2008

· Amiruddin Ridwan, 2006, Promosi Susu Formula Menghambat Pemberian ASI Eksklusif pada bayi 6-11 bulan di Kelurahan Pa’ Baeng-Baeng Makassar, Skripsi FKM-UNHAS. www.empat/shareddocs/paradigma.htm, diakses tanggal 27 Juni 2008

· Anonim, 2008, Kurangi Risiko HIV dengan ASI Eksklusif, http://www.satudunia.net/node/2504, diakses tanggal 5 Agustus 2008

· Anonim, 2008, Study Kualitatif Analisis Praktik Bidan Dalam Pelayanan Pemberian ASI Eksklusif kepada Bayi Di Ruang Merak II Rumah Sakit Umum Daerah Kelas C Sorong Papua Barat, www.mikm-undip.or.id/data/indeks.php?action=4&idx=254, diakses tanggal 27 Juni 2008

  • Atmarita, 2004, Pendidikan Bagi Wanita, Jakarta

· Bayikita Wordpress 2007, ASI Eksklusif 6 Bulan http://bayikita.wordpress.com/2007/11/21/asi-eksklusif-6-bulan/, diakses tanggal 7 Agustus 2008

· Evy, 2006, Konsep Rumah Sakit Ramah ASI, http://samsularifin.web.ugm.ac.id/2008/08/28/indonesia-dan-asi/, diakses tanggal 28 Agustus 2008

· Irawati Anies, 2003, Pemberian ASI Eksklusif sangat bagus bagi pertumbuhan bayi, www.bkkbn.go.id/article_detail.php?aid=934, diskses tanggal 7 Agustus 2008

· Irawati, 2007, Menyusui Pada 1 Jam Pertama Kehidupan Dilanjutkan Dengan Menyusui Eksklusif 6 Bulan, Menyelamatkan Lebih Dari Satu Juta Bayi, http://www.promosi kesehatan.com/?act=article&id=337, diakses tanggal 7 Agustus 2008

· Jambi Independent Online, 2008, Sehat Bugar : Menyusui Eksklusif, Metode KB Alami, http://www.jambi-independent.co.id/home/modules.php?name=New&file=article&sid=8519, diakses tanggal 5 Agustus 2008

· Judarwanto Widodo, 2006, Penghambat ASI Eksklusif Masih Banyak, Halaman sejenis, diakses tanggal 28 Agustus 2008

· Media Yulfira, 2007, Pengetahuan, Persepsi, dan Perilaku Ibu tentang Pemberian ASI Eksklusif, www.depkes.go.id/media/indeks2.php?option=content=task=view, diakses tanggal 25 Juni 2008

· Moedjiono Walujani Atika, 2007, ASI Terbaik Untuk Bayi, http://article.gmane.org/gmane.culture.region.indonesia.ppi-india/48206, diakses tanggal 28 Agustus 2008

· Muktamar Nining, 2007, ASI Eksklusif Standar Emas – Aman, Sehat, Berkelanjutan, http://kakak.org/home.php?page=artikel&id=12, diakses tanggal 5 Agustus 2008

· Notoatmodjo Soekidjo, 2005, Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta

· Notoatmodjo Soekidjo, 2003, Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta

· Rena, 2006, ASI Eksklusif Tekan Angka Kematian Bayi, http://kafeperempuan.com/showthread.php?t=46, diakses tanggal 28 Agustus 2008

· Roesli, 2000, Mengenal ASI Eksklusif, Trubus Agriwidya, Jakarta

· Roesli, 2005, Kiat Memberi ASI Eksklusif, http://asi.blogsome.com/2005/12/7/kiat-memberi-asi-eksklusif-pasca-cuti, diakses tanggal 29 Juni 2008

· Siregar Arifin, 2005, Pemberian ASI Eksklusif dan fakto-faktor yang mempengaruhinya, Skripsi FKM – Universitas Sumatera Utara, http://kesrepro,info/kia/agu/2006/kia01.htm, diakses tanggal 5 Agustus 2008.

· Soeparmanto Paiman & Rahayu Solehan, 2005, Hubungan antara Pola Pemberian ASI dengan Faktor Sosial, Ekonomi, Demografi, dan Perawatan Kesehatan, Artikel Puslitbang Pelayanan Kesehatan, Surabaya.

· Suradi Rulina, 2004, Ibu Berikan ASI Eksklusif Baru Dua Persen, http://menyusui.com/info/ibu-berikan-asi-eksklusif-baru-dua-persen/, diakses tanggal 5 Agustus

· Suroto Emelia, 2000, Buku Panduan Bagi Tenaga Kesehatan, RSUP DR. Hasan Sadikin, Bandung

· Tasya Amanda, 2008, 86% Bayi Indonesia Tidak Diberi ASI Eksklusif, "http://www.siteadvisor.com/sites, diakses tanggal 28 Agustus 2008

· Ulhaq Zia Muhammad, 2008, Analisis Pemberian ASI Eksklusif, Skripsi FKM – Jember, http://bsf.bawean.info/bsf/?page_id=70, diakses tanggal 5 Agustus 2008

· Widia, 2008, Masalah Pada Ibu Menyusui dan Solusinya, http://jilbab.or.id/archives/17-masalah-pada-ibu-menyusui-dan-solusinya, diakses tanggal 7 Agustus 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar